Mohon tunggu...
Sunny Huang
Sunny Huang Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Koleris - Melankolis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Becareful of What You Are Thinking, Saying and Acting

30 November 2011   11:02 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:00 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Alkisah seorang remaja bernama Bayu yang hidup bersama dengan kedua orang tuanya, Bayu adalah sesosok remaja pria yang idealis dan berpikiran terbuka, juga tanpa disadari olehnya, Bayu pun memiliki ego yang sangat tinggi, mudah marah adalah salah satu ciri khasnya.

Suatu hari, terjadilah pertengkaran besar antara Bayu dan kekasihnya. Mereka berdua bertengkar di ruang tamu rumah Bayu. Saat itu, Ibu Bayu mendengar sedikit pertengkaran Bayu dan kekasihnya tersebut. Ibu Bayu mengelus dadanya sambil mengucap “Astagfirullah..”dan menggelengkan kepalanya sambil berpikir “kenapa Bayu begitu keras dan kasar dalam berucap pada kekasihnya?”

Saat kekasih Bayu berlari keluar rumah sambil menangis, Bayu hanya tergeletak duduk di kursi sambil menangis dengan muka yang keras, Ibu Bayu pun mendekatinya.

“Bayu gak anter Ayu pulang?”

“Gak, buat apa? Dia itu udah nyakitin Bayu!” jawab Bayu dengan lantang

“Kalian berantem sehebat itu ada apa sih?” Tanya Ibu pada Bayu

“Udah deh Bu.. Gak usah ikut campur urusan Bayu!” Bentak Bayu pada Ibunya

“Iya udah, yang penting Bayu gak nyakitin hati Ayu..”

“Dia yang udah sakitin Bayu! Dia khianatin Bayu Bu..! Bayu percaya sama dia tapi dia bocorin semua rahasia Bayu ke temen – temen Bayu! Bayu malu Bu..!!” bentak Bayu dengan sangat emosi

“Bayu tau dari mana Ayu yang bocorin?” Tanya Ibunya mengklarifikasi

“Temen – temen Bayu yang bilang kalo mereka tau dari Ayu! Ayu sialan banget!” Bentak Bayu lagi

“Bayu, berarti yang salah itu teman – teman Bayu, Ayu sudah percaya dengan mereka, makanya Ayu mau cerita, tapi teman – teman Bayu yang malah ngomong sama Bayu dan malah mengadu domba Bayu dan Ayu” jelas Ibunya.

“Udahlah! Ngapain ibu ikut –ikutan urusan Bayu sih! Udah sana Ibu pergi!” bentak bayu lagi

Ibunya pun meninggalkan Bayu sendiri.

Malam pun tiba, Ibu mengadukan perbuatan anak semata wayangnya itu kepada Ayahnya yang baru saja pulang dari kantor. Setelah mendengar cerita dari si Ibu, sang Ayah langsung mengambil sekantung paku, sebuah palu dan beberapa bilah potong kayu. DIa tidak menjelaskan kepada si Ibu dan langsung menuju kamar Bayu.

Tok.. tok.. tok.. “Bayu, ini Ayah, buka pintunya” seru sang Ayah

Bayu langsung membuka pintunya sambil bermalas – malasan kembali pada kasurnya yang empuk, tanpa melihat wajah sang Ayah dan bawaannya. Ayah menyimpan bawaannya di samping meja belajar Bayu.

“Bayu, sini duduk” perintah Ayah

Bermalas – malasan Bayupun duduk di samping Ayah

“Bayu tau gak Ayah bawa apa?” tanya Ayahnya pada bayu sambil menunjuk bawaannya

Paku, Palu, kayu” jawab Bayu singkat

“Ibu bilang tadi siang kamu berantem lagi sama Ayu, ada apa lagi?” tanya Ayah menyelidik

“Udahlah Yah,, Gak usah ikut campur urusan Bayu! Bayu bisa urus sendiri kok semuanya!” Bentak Bayu lagi

“Bayu, Ayu itu anak orang lain, kalau Ayu sakit hati, orang tuanya pun akan sakit hati, orang tua Ayu akan mengira bahwa Ayah dan Ibu tidak mengajarkan Bayu sopan santun” jelas Ayah pada bayu

“Udahlah Yah! Itu urusan Bayu!” Bentak Bayu lagi

Ayah menghela nafas dan mengambil bawaannya

“Bayu, ini ada sekantung paku, sebuah palu dan 4 bilah potong kayu” Kata Ayah sambil memberikan bawaannya pada Bayu yang menerima dengan malas – malasan

“4 bilah kayu ini masing - masing Bayu harus ibaratkan sebagai Ayah, Ibu, Ayu dan teman – teman Bayu, setiap Bayu marah atau gak terima atau kesel dengan salah satunya, Bayu palukan sebanyak – banyaknya paku ke bilah kayu yang Bayu gak suka, Bayu boleh palu sebanyak – banyaknya paku pada kayu itu, kalau kurang, Bayu boleh minta kayunya lagi sama Ayah, tapi.. Selama Bayu masih marah, Bayu gak boleh ketemu sama orang yang bikin Bayu marah sampai Bayu bisa ngomong baik – baik sama dia, Bayu setuju?” tanya Ayahnya dengan penjelasan yang panjang

“Iya Yah! Udah deh sana Ayah pergi” sentak Bayu

Ayahnya pun keluar kamar Bayu. Saat ayahnya keluar kamar, Bayu mulai memalu beberapa paku pada bilah Ayu dan teman – temannya.

Semenjak perbincangan dengan Ayahnya itu, Bayu jarang sekali terlihat marah, hanya tiba – tiba masuk kamar dan terdengar suara palu yang memantul di paku dari dalam kamar Bayu.

Beberapa minggu kemudian, Bayu menemui Ayahnya yang sedang membaca Koran di teras rumah dengan membawa 6 bilah kayu yang hampir penuh dengan paku. Bayu memberikan kayu tersebut pada Ayahnya.

“Ayah, nih kayunya.. Bayu cape..” tutur Bayu

“Cape kenapa?” tanya Ayahnya

“Ternyata marah – marah itu bikin cape.. harus maluin paku ke kayu..” jawab Bayu sambil terkikih

Ayahnya pun tertawa dan berkata

“Mudah – mudahan kamu bisa ngerti Nak.. Sekarang kita cabutin pakunya yuk..” Ajak Ayah pada Bayu

“Apa?! Ayah gila ya? Berminggu – minggu Bayu lakuin ini Cuma buat dicabut lagi??” Tanya Bayu keheranan

“Udah deh.. cabutin aja pakunya..” ucap Ayahnya membantu Bayu mencabut paku – paku pada 6 bilah kayu itu. Mereka menghabiskan waktu hampir 2 jam mengerjakannya bersama, sambil tertawa dan bercanda ria. Setelah semuanya selesai, Ayah bertanya pada Bayu,

“Cape gak?”

“Lumayan Yah..” jawab Bayu sambil tertawa kecil

“Lega gak nyabutin paku?” tanya Ayah lagi

“Biasa aja sih, kenapa Yah?” kata Bayu

Ayah pun tersenyum dan berkata

“Bayu inget gak Ayah bilang ke Bayu waktu Bayu berantem besar sama Ayu beberapa minggu lalu?” tanya Ayah

“Nggak” Jawab Bayu singkat

“Ayah bilang kalo Bayu berantem sama Ayu sampai ngomong begitu, artinya Bayu menyakiti Ayu, Ayu itu anak orang lain, kalau Ayu sakit hati, orang tuanya pun akan sakit hati, orang tua Ayu akan mengira bahwa Ayah dan Ibu tidak mengajarkan Bayu sopan santun” jelas Ayah

“Terus?” tanya Bayu sambil mengelap peluhnya

“Nah.. Ayah minta Bayu untuk memalu paku pada kayu dengan maksud agar Bayu bisa hitung, berapa kali Bayu tempa paku – paku yang baru kita cabut bersama itu ke dalam kayu? Sebanyak apa energi yang Bayu keluarkan untuk mengayun palunya.. Coba Bayu bayangkan juga, berapa banyak paku yang tertancap pada kayu itu? Ayah berharap Bayu lambat laun sadar, bahwa setiap kemarahan yang Bayu keluarkan itu sebenarnya menyakiti orang lain, apapun alasannya, pikiran Bayu dipenuhi dengan amarah, hati Bayu juga panas, tubuh Bayu juga cape.. bener gak?” tanya Ayah

Bayu hanya terdiam dan mengangguk

“Nah.. Ayah juga minta Bayu untuk gak ketemu sama orang yang bikin Bayu marah selama hati Bayu masih panas kan?” tanya Ayah lagi dan hanya di jawab anggukan dari Bayu

“Kalau Bayu temui orang yang buat Bayu marah saat itu, orang itu akan marah balik pada Bayu, artinya kalian saling menyakiti satu sama lain, saling menusukkan kata – kata menyakitkan satu sama lain dan akhirnya hubungan kalian akan tidak harmonis akibat kesalahan kedua belah pihak yang saling menyakiti” ucap Ayahnya melanjutkan

Bayu hanya terdiam dan mendengarkan Ayah berbicara lagi

“Ayah ajak Bayu mencabut paku – paku dari bilah – bilah kayu ini agar Bayu merasakan sulitnya mencabut paku – paku yang sudah tertanam dalam kayu itu, ketika di cabut, paku jadi bengkok, kepala paku pun jadi melebar karena di tempa palu, dan yang lebih mengagetkan, ada lubang besar yang ditinggalkan paku itu” Ayah berhenti sejenak untuk menarik nafas dan mendekati anak semata wayangnya itu

“Dari kegiatan mencabut paku tadi, Ayah harap Bayu sadar, bahwa kemarahan yang Bayu keluarkan dengan segala ucapan Bayu yang membuat Bayu lega, ternyata menyakitkan bagi orang lain yang mendengarnya, yang menerima ucapan Bayu. Saat Bayu mencabut paku – paku itu, ibaratnya Bayu meminta maaf atas semua ucapan – ucapan Bayu yang membuat mereka sakit hati dan menjauhi Bayu,dan saat pakunya tercabut, ternyata paku – paku yang Bayu tempa, bentuknya sudah tidak sempurna, seperti saat Bayu marah, semua ucapan Bayu akan selalu benar menurut pikiran Bayu sendiri, sama seperti paku yang telihat lurus tajam dengan kepala yang sempurna, tetapi setelah di telaah lagi, ucapan Bayu itu tidak semuanya benar, karena semua perkataan Bayu yang ditempa oleh kemarahan, ternyata tidak lurus dan malah melebar dari masalah, seperti paku – paku tadi yang saat di cabut ternyata bengkok dan kepala pakunya sendiri melebar dan gompel, tapi bayu tetap puas melihat paku itu tertancap di kayu sampai Bayu sendiri tau bahwa paku yang bayu tancapkan itu tidaklah sempurna” Ayah terdiam sesaat

“Terutama saat Bayu berhasil mencabut pakunya, ada lubang besar yang ditinggalkan paku itu kan? Lubang itu adalah lubang yang Bayu tinggalkan di hati orang – orang yang Bayu sakiti dengan kemarahan Bayu, segimana pun Bayu minta maaf dan mengaku bahwa apa yang selama ini Bayu pikirkan tentang mereka dan yang Bayu ucapkan itu salah, tetap saja lubangnya tidak akan hilang, mungkin akan tertutup dengan maaf yang mereka beri pada Bayu, tapi Bayu harus ingat, permukaannya tidak semulus awalnya” Ucap Ayahnya

“Maka dari itu, Bayu harus berhati – hati dengan pikiran, ucapan dan perilaku Bayu, karena setiap pikiran, ucapan dan perilaku yang Bayu lakukan, selalu berhubungan dengan orang lain, Bayu harus benar – benar tau baik dan buruknya apa yang akan Bayu lakukan dan Bayu tidak boleh menyalahkan orang lain saat Bayu mendapatkan ganjaran dari perbuatan Bayu. Saat Bayu memukul seseorang, orang itu akan memukul balik Bayu, baik saat itu juga atau bisa jadi juga orang itu memukul balik Bayu karena Bayu sudah beberapa kali memukuli dia, yang harus Bayu tau, mereka lakukan hal itu bukan karena mereka gak suka atau mau membalas dendam pada Bayu, tapi setiap orang punya hak untuk mengungkapkan kebenaran bahwa dipukul itu sakit, sehingga mereka berharap Bayu mengerti dan tidak akan melakukan itu lagi pada orang tersebut atau orang lain, Bayu harus selalu ingat, jangan pernah menyalahkan orang lain atas ganjaran yang Bayu dapat dari perbuatan bayu sendiri” Ucap Ayahnya menuntaskan penjelasan dengan senyuman dan menatap Bayu yang hanya terdiam dalam pemikirannya yang lebih dewasa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun