Di pangkal cakrawala, sampah-sampah demagogis berdiri
hedonisme berlumur nektar, berhamburan merobek kesejatian jati diri
sang jiwa sonder api jiwa perjuangan gelepar di tapak kaki-kaki, mati suri
meniris tirta, menguras darah, pucat terkapar di muka kibaran merah putih
hening suram, hening kelam, hening terdengar, hening tertampar ;
Wahai nasibmu bangsa, galerimu bangsa beragama
betapa terkoyak-koyak ini jiwa saat engkau
BERPURA-PURA ELOK BERDOA BERALAS TANAH NAGARI
Engkau yang bukan abu perjuangan
tiada gentar terseret-seret pawana peradaban berlalu
di dermaga tempaan yang berbeda, saatnya semua ini harus diakhiri
Bangkitlah sekar harum wangi aktivis, elemen-elemen nagari,
mahasiswa-mahasiswi bangkitlah kembali
mari kepada bangsaku, junjung nagari merdeka bagimu
laksana bagaskara jiwa-jiwa merdeka, di raga bangsa kita bersatu
keluar memancar gilang gemilang, Indonesia Tercinta berseru ;
terimalah kepercayaan ini,
kepalan tanganmu juga gita di sukma kami.
Karena pancaran itu mengukir satu kesatuan arti bersejarah,
MERDEKA ATAU MATI ;
Aku tidak menghukum anak-anak bangsa sekalipun engkau berlindung,
pemimpin-pemimpin sekalipun ada yang bermental pengkhianat.
Sebab, angka-angka kesenjangan dan korupsi yang tersembunyi,
dan rakyat yang miskin mati kelaparan karna nasionalisme pura-pura,
ratapan telah membiarkan nama besar negara terpampang di batu nisan sejarah
Runtuhnya sebuah bangsa yang menggali liang lahatnya sendiri tanpa disadari
Doa dan kemboja di petilasan kita menanti
Atau
Tetaplah membumi api jiwa merdeka
yang menantang deras arus penindasan semesta.
Di media perjuangan dalam kata-kata, di medan pelaksanaan kata-kata,
ia memaknai hakekat berbangsa.
Gambaran itu terlahir ada,
dan menyangkal kegamangan, kecemasan, keraguan
Rumit bertendensi di pikiran sederhana,
hanya karena keinginan daging dan darah berkuasa fana
Sebab, manakala terhayati esensi, perbuatan adalah identitas kesejatian diri
Dengan khusyuk bersyukur,
jadilah saksi pranata keilahian di jiwa persada, dan yakini
kehakikian terkandung dalam karuniaNya,
Tuhan Yang Maha Esa memberi kita jiwa merdeka.
____________
Catatan khusus :
Nomor 190, BangRe Kemal - Ricka Desuka (akun fb terdaftar). Puisi lanjutan (Bang Kemal - Sunny Huang), Momen III/ Berjiwa Merdeka, untuk FPK. Terinspirasi dari Pidato Indonesia Menggugat (bagian Kekuasaan Semangat) :
Ketahuilah! Senjata tiada menyinggung hidup,
Api tiada membakar, tiada air membasahi,
Tiada angus oleh angin yang panas,
Tiada tertembusi, tiada terserang, tiada terpijak.
Dan merdeka, kekal-abadi, dimana-mana tetap tegak.
Tiada nampak, terucapkan tiada.
Tiada terangkum oleh kata, dan pikiran.
Senantiasa pribadi tetap!
Begitulah disebut Jiwa.
Cukup banyak kutipan-kutipan, salah satunya dari Bagawad Gita ini. Disebut sebagai nyanyian ilmu ketimuran, untuk menegaskan bahwa yang dimaksud bukan kekerasan, tetapi semangat adalah senjata. Sebagaimana di lanjutan pidatonya sendiri :
Siapa bisa merantai suatu bangsa, kalau semangatnya tak mau dirantai?
Siapa bisa membinasakan sesuatu bangsa, kalau semangatnya tak mau dibinasakan?
Terimakasih FPK, Selamat Hari Sumpah Pemuda
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H