Mohon tunggu...
Ricilia Syafei
Ricilia Syafei Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

mahasiswi universitas sriwijaya

Selanjutnya

Tutup

Money

Menapak Elpiji Biru 12 KG non Subsidi

21 September 2014   07:13 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:04 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Harga LPG bersubsidi di Indonesia direvisi dua kali sejak minggu pertama bulan Januari 2014. PT Pertamina mengumumkan harga baru untuk LPG tabung 12kg, yang digunakan secara luas untuk kegiatan rumah tangga sehari-hari, pada tanggal 1 Januari 2014. Harga tersebut naik dari Rp5.850 (US% 0,53) per kg menjadi Rp9.809 (US$0,88) per kg, kenaikan sebesar 67 persen. Kenaikan harga ini merupakan perubahan harga pertama sejak tahun 2009, ketika LPG tabung 12 kg ditetapkan di harga Rp5.850 (US$0,53) per kg. PT Pertamina mengumumkan telah mengalami kerugian sebesar Rp21,8 triliun (US$2,0 miliar) dari tahun 2008-2013 dalam distribusi LPG tabung 12kg (The Jakarta Post, 2014), dan akan terus mengalami kerugian sebesar Rp2.100 (US$0,19) per kg di bawah harga baru tersebut (Kompas, 2014). Posisi PT Pertamina ini didukung oleh penilaian yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), yang menghitung kerugian Pertamina pada tahun 2011 dan 2012 kurang lebih sebesar Rp7,7 triliun (US$0,60 miliar) pada tahun 2011 dan 2012, dan menyatakan bahwa hal ini diakibatkan terutama oleh distribusi LPG tabung 12kg (Liputan6, 2014; The Jakarta Post, 2014).

Pada tanggal 5 Januari 2014, menyusul pertentangan publik yang keras atas keputusan Pertamina pada hari-hari setelah kenaikan harga, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengintervensi debat tersebut, dan menginstruksikan PT Pertamina dan menteri-menteri terkait untuk mengkaji ulang keputusan awal tersebut dalam kurun waktu 24 jam.

Hari berikutnya, PT Pertamina mengurangi kenaikan harga tersebut menjadi seperempat kenaikan sebelumnya, dan menetapkan harga eceran LPG 12kg sebesar Rp6.850 (US$0,62) per kg dan menyatakan reaksi masyarakat terhadap kenaikan harga sebagai alasannya.  Pada saat yang bersamaan, menanggapi pengurangan harga tersebut, PT Pertamina merevisi proyeksi pertumbuhan keuntungannya pada tahun 2014 dan seterusnya, dari 13,17 persen menjadi 5,65 persen. Menurut Hanung Budaya, Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina, 59 persen LPG yang dipasarkan Pertamina diimpor, sementara konsumsi LPG Indonesia pada 2013 mencapai 5,6 juta ton, di mana sebesar 4,4 juta ton disubsidi (Kompas, 2014).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun