Tulisan ini tidak mengupas soal gejolak rupiah. Saya belumgendheng. Bukan saja karena bukan ahli ekonomi. Bahkan benar-benar saya tidak mengerti ekonomi. Pahamnya saya kasih duit dua ribu rupiah, dapat sebungkus rokok.
Yang saya lakukan justru menyodorkan sejumlah paket
kepada sampeyan, koen, peno, ndiko, riko, panjenenganipun maupun awakmu, untuk dirasani, digunjing-gunjingkan di warung, didiskusikan, kalau sempat.
Kalau tidak ya biarkan saja, wong diskusi sampeyan-sampey
an ini tidak akan memperkuat atau memperlemah kekuatan
bargain rupiah terhadap dolar maupun terhadap mata uang
kerajaan Ratu Balqis sekalipun.
Meskipun sampeyan diskusi sampai mblenek dan bengok-bengok sampai tenggorokan mencolot, rupiah akan tetap dengan iramanya sendiri, di mana kaitannya dengan sampeyan hanyalah bahwa sampeyan ini terkena akibatnya.
Di negeri dan di dunia ini sampeyan bukan subjek, melainkan objek. Sampeyan jadi subjek hanya dalam menentukan hal-hal remeh-remeh, serta dalam kosmos mimpi sampeyan sendiri.
Hanya saja saya jamin rupiah tidak akan sampai ke posisi
mata uangnya Ashabul Kahfi, yang tertidur selama 309
tahun sehingga ditertawakan orang di seluruh pasar dunia
tatkala hendak dipakai untuk menjadi nilai tukar.
Paket yang saya sodorkan itu misalnya begini.
Pertama, kalau mau tanya soal grafik “harga diri” rupiah di
tengah dunia persilatan ekonomi global — jangan hanya
temui Pak Saleh Afif, Pak Mar’ie Muhammad, Pak
Sudradjad Djiwandono. Jangan pula malah menanyakan ke
Majlis Ulama atau Lajnah I’lai Darrojati Rubiah organisasi
Islam manapun.
Tanyakan juga kepada Kepala Negara Dajjal yang batas
kekuasaannya tidak dihalangi oleh garis perbatasan
geografis dan politis apa pun.
Dajjal bukan dunia fantasi. Bukan science fiction. Bukan
mitologi. Bukan klenik. Bukan metafora bahasa agama —
meskipun memang sampeyan perlu shalat kasyful hijab dua
rakaat untuk memohon berjumpa dengan Baginda Sulaiman
‘alaihissalam — untuk mendapatkan informasi dan wacana
mengenai tugas-tugas dan strategi global Dajjal di bumi.
Lebih jelasnya, kedua, terbanglah juga ke kantor-kantor
rahasia negeri dan millennium israiliyat, yang berpusat
justru tidak di Timur Tengah yang ribut melulu di dunia
maupun akhirat.
Melainkan di balik meja-meja dan di bawah
taplak-taplak kantor pemerintahan negara adikuasa, semi
adikuasa, maupun yang rela ataupun tak rela menjadi
pekatik-pekatik dari keadikuasaan mereka.
Anda tidak cukup hanya berpikir ada spekulan, ada
petualang, ada kecurangan-kecurangan tersembunyi di
mana negeri-negeri Asia Tenggara di-plekotho kali ini,
sehingga Bung Mahathir yang berani gagah itu menantangnya.