Mohon tunggu...
Richa Sandoro
Richa Sandoro Mohon Tunggu... Mahasiswa - Disabilitas Ability

Ku Tulis artikel tentang isi hatiku dan kamu baca lalu masuk kedalam hatimu.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Setelah Tiada Bapak Kini Tinggal Sesak

14 November 2024   14:28 Diperbarui: 14 November 2024   14:57 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerbung. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Yuri B

“Pak... datanglah sesekali kedalam mimpiku kapan saja aku sangat menunggumu. Datanglah dan katakana sesuatu padaku saat bapak datang dalam mimpiku. Katakan saja, apa saja aku rindu suaramu pak.”

Pak... sekarang aku bingung mau bercerita kepada siapa selain bapak, sedangkan saat ini bapak sudah tidak bisa lagi mendengarkan ceritaku. Gimana ya pak...?. Aku harus cerita kesiapa...?, aku kehilangan tempatku bersandar yang amat sangat nyaman, pak saat ini aku marasa kehilangan separuh dari jiwaku pak. aku tidak tau arah hidupku mau kemana setelah kehilangmu. Semua yang sedang aku usahakan seakan sia-sia begitu saja. Padahal aku sedang merajut mimipi-mimpi kita yang dulu sempat tertunda karena keadaan.

Dulu bapak pernah menemani merajut mimpiku kembali yang dulu sempat patah begitu saja karena cobaan yang tak terduga, yang mana mau tidak mau aku harus kehilangan kaki kananku pada saat harapanmu padaku akan segera terwujud. masih ku ingat dengan jelas harapan bapak untukku kala itu, bapak sangat ingin anak-anaknya bekerja di tempat yang ber AC dan tidak terpapar sinar matahari lansgung. Pada kala itu aku sedang merintis menjadi guru pendamping di sekolah pendidikan anak usia dini sembari merancang dan mempersiapkan kebutuhan untuk pembangunan taman kanak-kanak di desa perantauan kita.

Aku ingat betul kala itu hari jum'at pulang dari membuat kartu tanda penduduk, saat itu angin kencang dan gerimis besar aku dan temanku sedang dalam perjalanan pulang dari kantor kecamatan, tiba-tiba kami mengalami musibah yang tak terelakkan yang membuatku harus dilarikan ke puskesmas sedangkan temanku tidak apa-apa kala itu. Setibanya di puskesmas aku tidak mendapatkan perawatan apa-apa karena aku tidak mengalami luka apapun di tubuhku namun kaki kananku kram tidak bisa marasakan apa-apa yang akhirnya kami pulang begitu saja dan setelah sampai dirumah kami pergi ke tukang urut untuk mengurt kakiku. singkat cerita kakiku di urut dan di perban dan aku harus istirahat dengan baik dan tidak boleh ada aktifitas jalan.

seiring waktu belalu rupanya kakiku membusuk dan harus dilakukan perawatan lebih lanjut ke rumah sakit, kala itu semua orang kalang kabut bingung susah dan tidak tau harus bagaimana berbagai kemungkinan memenuhi pikiran, berluan-bulan waktu berlalu semua pengobatan medis sudah kami tempuh bahkan kami mengambil tindakkan yang tak disangka0sangaka yaitu kami memutus kan pulang dari rumas sakit tersebut dan melanjtkan perawatan dirumah dengan alsan tidak ada kemajuan yang jelas akan kesembuhan kakiku. Keputusan itu di setujui oleh pihak rumah sakit lalu bebrapa minggu setelahnya aku drop akhirnya di larikan lagi kerumah sakit yang berbeda di kota yang sama disana kesakitan yang benar-benar tidak tertahankan dan kemungkinan terburuk sudah menunggi keputusan kami yang pada akhirnya kami harus menerima kenyataan kalau kakiku harus di amputasi secepat mungkin karena jika di biarkan aku di perkirakan akan meninggal dunia dalam waktu disingkat.

Rumah sakit tersebut memberikan surat rujukan dan mengahuskan kami segera kerumah sakit besar yang ada di provisi supaya tindakan yang bijak segara bisa terlaksan guna menghindari kemungkinan yang lebih buruk. Dengan berat hati dan pikiran yang tak karuan bersimbah air mata kami mempersiapka diri dan berkas-berkas yang dibutuhkan untuk pergi kerumah sakit tersebut bahkan adikku yang ke dua masih berusia dua tahun harus di titipkan bersama adik ibuku padahal saat itu adikku masih masa minum asi mau tidak mau harus di berhentikan paksa karena ibu dan bapak harus menjagaku dirumah sakit.

Bertahun-tahunpun berlalu kini aku sudah bekerja dan sudah menikah yang mana dalam pernikahan kami sudah di karuniai dua orang anak berjenis kelamin laki-laki dan perempuan. Dari awal aku bekerja sampai dengan saat ini aku masrih ruti mengirimi uang untuk orang tuaku meskipun jumlahnya tidak banyak cukup untuk membatu uang beli token listrik mereka dan membeli beberapa keperluan lainnya. Syukur alhamdulillah aku bisa membarangkatkan kedua orang tuaku kekota dimana tempatku bekerja sekarang pada momen kelahiran keduan anak kami baik dari kendaraan udaara maupun laut semuanya sudah pernah mereka rasakan. Meski demikian adakalanya aku tidak bisa membatu meringankan beban ataupun sesuatu yang menjadi keluh kesah mereka, walaupun aku sangat ingin membatu namun aku memiliki keterbatasan kemampuann yang tidak bisa ku jelaskan. Hal itu terkadang membuatku ingin marah kepada diri sendiri karena ketidak mampuanku dalam membantu meraka yang selalu ada untukku dan itu cukup mejadi sesal dalam diriku

Tepat di tanggal 13 Oktober 2024 lalu aku mendapatkan Whatsupp dari adikku yang mana memberi tahuku kalau penglihatan bapak sudah tidak jelas dan membutuhkan kacamata mau beli tapi tidak punya uang, aku meng iakan akan pesan tersebut dan aku berencan untuk membelikannya di lain waktu namu sunggu sangat disayangkan semua hanya berada dalam hati dan pikiran tidak di sertai dengan perbuatan. Dalam mingu-mingu itu aku rindu akan dirimu pak aku sangat ingin menelponmu pak tapi aku takut, aku takut mendengarkan keluh kesah kalian sementara aku belum bisa membuat kalian hidup dengan layak padahal aku sudah bekerja dan hidup mandiri tapi mau bagaimana lagi aku belum mampu untuk membatu meringankan beban hidupmu.

Sekarang hanya penyesalan dan tangisan yang ada, tangisan yang tidak ada artinya meskipun lautan yang kering menjadi basah karena tangisanku, meskipun debu menghilang karena lembab oleh air mataku. Semuanya tidak berarti lagi karena bapak sudah tidak bisa berada di sampingku lagi. Maafkan aku ya pak... kalau air mataku memberatkanmu, aku tak berniat demikian namun ingatan tentangmu sungguh menyesakkan sampai aku lupa kalau aku berada di tempat yang ramai namun air mataku tak bisa kutahan untuk tidak keluar, semua mengalir begitu saja tanpa aba-aba.

Pak... datanglah sesekali kedalam mimpiku kapan saja aku sangat menunggumu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun