Mohon tunggu...
Richard Wu
Richard Wu Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Realita Kehidupan bagi Saudara yang Berada di Papua

2 Desember 2018   17:25 Diperbarui: 2 Desember 2018   17:36 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tidak jarang kita melihat ketidakadilan yang masih berkecimpung di masyarakat Indonesia dewasa ini. Hasil kerja keras rakyat, yang dikumpulkan dalam bentuk pajak digunakan untuk berfoya -- foya oleh pejabat. Sumber daya yang seharusnya digunakan untuk membangun Indonesia bersama digunakan untuk kepentingan sepihak. Dari fakta -- fakta ini saja, kita dapat melihat bahwa mereka yang memegang kekuasaan tidak berkompetensi maupun berhati nurani. Melalui penulisan paper ini, penulis bertujuan mengungkap besarnya ketidakadilan yang sedang terjadi di Indonesia.

Pancasila adalah Dasar Negara Indonesia yang telah dicetuskan oleh Ir Soekarno, Moh Yamin beserta Dr. Soepomo. Pancasila diambil dari nilai -- nilai yang dianut dan diaspirasikan dari identitas Nusantara sendiri dan berlaku bagi masyarakat di segala bidang kehidupan, baik material maupun spiritual. 

Sila ke-5 Pancasila berbunyi "Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia" yang berkolerasi secara langsung dengan UUD 1945 Pasal 33 ayat 3, berbunyi : "(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat." Namun, penerapan dan penghayatan dari sila tersebut masih kurang terlihat di mata rakyat.

Ambil saja contoh ketidak adilan ekonomi maupun hukum yang paling terlihat, PT Freeport Indonesia. Hingga hari penulisan paper ini, PFI sudah berada di Indonesia selama 51 tahun, dan pemerintah Indonesia tidak berencana berhenti pada angka tersebut.  Baru saja kontrak Freeport diperpanjang sampai tahun 2041 dengan saham yang dipegang Pemerintah Indonesia sebesar 51%.  Kontrak tersebut dapat dikatakan lebih baik jika dibandingkan dengan kontrak sebelum ini, namun tidak menyelesaikan masalah yang tengah dialami masyarakat sekitar penambangan Freeport sekarang. 

Salah satunya adalah aktivitas pembuangan limbah tambang di tanah adat Amungme ke kawasan tanah adat suku Komoro yang menggangu mata pencaharian utama warga, nelayan.  Belum ada pihak yang dapat diminta untuk bertanggung jawab. Kontrak antara Pemerintah Indonesia dan PT Freeport tidak menjelaskan secara rinci siapa yang bertanggung jawab apabila terdapat masalah hukum, HAM, maupun lingkungan.

Dari cuplikan diatas saja, dapat dilihat besarnya ketidakadilan yang tengah terjadi. Menurut UUD 1945 pasal 33 ayat 3, sumber daya yang mereka miliki seharusnya digunakan untuk memakmurkan rakyat, namun yang terjadi adalah pemberdayaan SDA malah menyusahkan dan merugikan rakyat setempat. Pemerintah Indonesia belum mampu dan belum berani mengambil langkah tegas melawan "penjajah" yang menggerogoti tanah kita. 

Tidak terlihat aneh lagi keinginan Papua untuk memisahkan diri dari Republik Indonesia dan berdiri sebagai Papua yang merdeka. Alangkah baiknya jika mereka yang berada di atas mulai memperhatikan kebutuhan mereka yang berada di timur, dan tidak lagi memandang sebelah mata maupun berpura -- pura buta akan sengsara yang sudah mereka rasakan. Dan alangkah baiknya jika mereka yang berada di atas mengingat kembali pondasi yang membangun Negara ini

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun