Oleh: Richard Ambarita (Pelajar)
“Semua orang berbicara, tapi tak satupun mau mendengar.”
C
oba tebak, Apa saja berita yang sering muncul saat ini? Baik itu di Televisi, Radio, maupun di semua portal sosial media anda.. Sebagian pas menjawab mengenai penistaan terhadap suatu agama yang dilakukan Ahok. Sebagiannya lagi menjawab terpilihnya Donald “Dangerous” Trump sebagai presiden anyar Amerika Serikat. Memang tak dapat dipungkiri memang berita keduanya lah selalu menghiasi pemberitaan khalayak saat ini. Menarik bukan? Berita keduanya tampaknya memiliki masalah yang sama tetapi justru sangatlah berbeda.
Yang jadi persamaan hanyalah pemicu kedua tokoh tersebut sehingga menjadi masalah. Persamaannya ialah pidato, Basuki Tjahaja Purnama atau yang biasa dikenal Ahok melakukan pidato di Kepulauan Seribu pada tanggal 27 September lalu. Sementara “Dangerous” Trump melakukan pidato pada tanggal 8 Desember yang lalu. Pidato memang kerapkali dilakukan sebagai ajang promosi diri, kerapkali juga dilakukan sebagai tujuan politis apalagi pidato memang sudah menjadi hal yang lumrah bagi kaum politisi seperti mereka.
Ahok dalam pidatonya di Kepulauan Seribu yang lalu Ahok menjelaskan bahwa warga tak perlu takut soal kelanjutan program bantuan itu, bila dirinya tak terpilih dalam Pilgub DKI 2017. Lebih kurang, Ahok menjamin program itu akan tetap berjalan, apa pun hasil Pilgub kelak. Setelahnya, terseliplah pernyataan dia soal surat Al Maidah ayat 51 jelang Pilgub DKI 2017.
Pernyatannya ialah mengenai kebohongan terhadap ayat tersebut. Sontak masyarakat muslim tersinggung dan marah terahadap pernyataan Ahok tersebut. Ditambah lagi bumbu-bumbuyang di buat oleh media membuat masyarakat semakin meram terhadap Ahok. Walau tanpa mengetahui apa “dosa” yang telah dibuat oleh Ahok. Masyarakat semakin marak mengatakan ia sebagai penista agamalah, mengatakan dia anti-islam lah, mengatakan dia sebagai penggerak islamofobia lah sampai menyebut Ahok dengan kata-kata kasar lain.
Ini tentu bisa menjadi masalah dan akan terus menerus apabila masyarakat terus saja mudah sekali dibuat panas oleh media terlebih melalui pemberitaan orang ke orang yang sama sekali tidak tahu apa yang telah dilakukan Ahok. Yang diketahui hanyalah Ahok telah menghina agama islam. Sehingga masyarakat luas semakin banyak membenci Ahok. Sampailah pada 4 November lalu sekitar puluhan ribu orang turun kejalan untuk berdemo menuntut dipenjarakannya Ahok sebagai tuduhan terhadap penistaan agama.
Berbeda dengan Ahok, Donald Trump secara terang-terangan mengatakan dalam kampanye-kampanye nya bahwa ia seorang yang tak suka Islam. Dalam pidatonya 8 Desember lalu bahwa ia akan membuat identitas khusus terhadap umat muslim di Amerika Serikat. Akibat pidatonya tersebut masyarakat dibuat beram, hujatan terhadap Trump pun terus berdatangan, kembali lagi kebanyaiaitu kan masyarakat yang menghujat ini rata-rata diisi oleh oleh orang yang tak paham betul apa yang telah diperbuat oleh Trump.
Demokrasi yang dimaknai sebagai kebebasan berpendapat telah disalah artikan oleh masyarakat. Demokrasi seringkali diperalat dan sering dijadikan atas nama sebagai perwujudan kebebasan berpendapat. Masyarakat yang tidak paham betul makna demokrasi pun semakin mudah “ngalur” dalam peristiwa ini. Padahal demokrasi seseungguhnya adalah mengenai kesetraan pendapat, ingat pula didalam demokrasi “ didalam hak seseorang adapula hak orang lain”.
Jadi apabila kita terus saja yang secara halusnya berpendapat kurang baik terhadap kedua tokoh tersebut. Bisakah kita disebut sebagai penganut demokrasi yang baik? Terlebih jika memahami lebih lanjut mengenai pernyataan kedua tokoh tersebut dalam pidatonya. Ahok tidaklah secara langsung menghina agama islam, ia tidak terbukti menistakan agama. Juga kepada Trump, ia bukannya berniat buruk meberikan tanda pengenal kepada setiap umat muslim. Ia memiliki tujuan yaitu untuk mengatasi masalah terorisme yang kerap kali dikaitkan atas nama agama yang dibawa oleh Kelompok Terorisme ISIS. Dengan memberikan tanda pengenal tersebut akan mudah mendeteksi bilamana terjadi hal-hal yang tak diinginkan.