Mohon tunggu...
Richardus Beda Toulwala
Richardus Beda Toulwala Mohon Tunggu... Penulis - Dosen STPM St. Ursula, Pengamat Politik dan Pembangunan Sosial

Menulis dari Kegelisahan

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Rasionalisasi Imperatif "#JanganMudikDulu"

21 Mei 2020   15:21 Diperbarui: 21 Mei 2020   15:33 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kita tengah hidup dalam masa pandemi yang ditandai dengan rangkaian kebijakan dari pemerintah pusat hingga pemerintah daerah. Potensi keterjangkitan virus corona adalah dasar di balik lahirnya kebijakan pemerintah tersebut. Dan memang hingga tulisan ini ditulis, angka keterjangkitan virus corona tak pernah melandai.

Situasi ini diperparah dengan belum ditemukannya vaksin yang special mengobati virus ganas itu. Sementara di pelosok lokalitas negeri ini, virus tersebut telah merebak dan menyerang siapapun tanpa membedakan status sosial, agama maupun ras.

Perlu disadari bahwa sebelum virus asal Wuhan itu merengkesek masuk menodai ibu pertiwi, kita semua hidup tanpa ancaman hanya karena beraktivitas dan berinteraksi satu sama lain. Virus tersebut dibawa oleh aktivitas mudik (bukan mudik Lebaran) dari satu negara ke negara lain, dari satu provinsi ke provinsi lain dan dari satu kota ke kota lain. Artinya mudik justru menjadi media penghantar virus.

Dengan demikian jelas bahwa sesungguhnya mudik bukan pembawa kebahagiaan melainkan pembawa sial bagi keluarga dan sesama. Mudik mengalami distorsi nilai karena mudik yang bermakna positif justru dinegasikan.

Sampai pada tataran ini, apakah mudik masih menjadi hal yang urgensif pada saat ini?

Pada saat ini mudik bukan menjanjikan kebahagiaan melainkan penderitaan. Mudik yang adalah jawaban kerinduan sekian banyak orang lantas berubah wujud menjadi momok yang menakutkan. Sekali lagi, mudik bukan masalah yang urgen untuk saat ini.

Imperatif '#JanganMudikDulu

Ulasan logis dan rasional terhadap urgensi mudik mengerucut pada sebuah imperatif '#JanganMudikDulu'. Mengapa? Karena sesungguhnya mudik pada saat ini selain membahayakan diri kita sendiri, juga dapat membahayakan keluarga yang menunggu di rumah. Selama melakukan perjalanan mudik, kita memiliki posibilitas tinggi tertular virus corona.

Jangan berandai-andai bahwa diri kita kebal terhadap virus corona. Virus corona tak sama dengan virus lain. WHO pernah menyatakan bahwa Covid-19 merupakan jenis virus yang mudah ditularkan karena menyebar melalui kontak langsung dan dapat bertahan hidup dalam waktu berjam-jam dipermukaan benda. Maka itu mudik sangat rentan terhadap resiko penularan virus corona.

Rasionalisasi imperatif '#JanganMudikDulu' tidak hanya dikaji seberapa urgensifnya mudik tetapi juga dari ajaran Islam.

Rasulullah SAW bersabda: "Tha'un (wabah penyakit menular) adalah suatu peringatan dari Allah Subhanahu Wa Ta'ala untuk menguji hamba-hamba-Nya dari kalangan manusia. Maka apabila kamu mendengar penyakit itu berjangkit di suatu negeri, janganlah kamu masuk ke negeri itu. Dan apabila wabah itu berjangkit di negeri tempat kamu berada, jangan pula kamu lari daripadanya." (HR Bukhari dan Muslim dari Usamah bin Zaid).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun