Mohon tunggu...
Richardus Beda Toulwala
Richardus Beda Toulwala Mohon Tunggu... Penulis - Dosen STPM St. Ursula, Pengamat Politik dan Pembangunan Sosial

Menulis dari Kegelisahan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Netralitas Negara dan Kebangkitan Fundamentalisme

1 Juli 2019   15:46 Diperbarui: 1 Juli 2019   15:54 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam euforia pemikiran sekular, filsuf-sosiolog Prancis, Auguste  Comte pada pertengahan abad ke-19 membayangkan akan terjadi keruntuhan agama oleh karena perkembangan ilmu pengetahuan yang tak dapat dibendung. Comte bersandar pada logika sekular perkembangan filsafat barat, masyarakat berevolusi dari tingkat primitif ke tingkat moderen yang kemudian menyertakan transisi dari teologi ke ilmu pengetahuan.

 Namun fakta kekinian tak seindah yang dibayangkan oleh Comte dan filsuf lain yang memprediksikan keburaman masa depan agama. Agama justru bangkit dan memaksa negara bersikap dilematis dalam pengambilan keputusan, antara memperjuangkan kepentingan publik atau kepentingan agama tertentu.

Kebangkrutan Sekularisme dan Kebangkitan Fundamentalisme

Sekularisme secara umum dipahami sebagai pemisahan secara tegas antara urusan agama dan negara. Dalam sejarahnya yang panjang, sekularisme bahkan terkristal dalam bentuk aliran di bidang etika dan filsafat. Ada begitu banyak rumusan tentang Sekularisme oleh para filsuf, namun nyaris semua terperangkap dalam pengertian yang sama yakni paham yang berpendirian bahwa agama tidak dimasukan dalam urusan politik, negara, atau institusi publik (Bdk, KBBI). 

Pemikiran sekular didukung oleh para filsuf seperti John Locke, G.W Leibniz, Thomas Hobbes, David Hume yang menisbikan peran agama dalam menyelesaikan masalah publik. Agama dianggap sebagai irasional yang ompong mengunyah permasalahan publik. Progresifitas ilmu pengetahuan dinilai berpotensi meluluhlantakkan kekuatan agama. 

Ciri khas logika berpikir sekularisme diungkapkan oleh filsuf Jerman, Jurgen Habermas bahwa Para warga negara sekular yakin bahwa keyakinan-keyakinan religius dan komunitas-komunitas religius merupakan barang peninggalan purbakala yang masih tersisa di zaman moderen ini, mereka hanya dapat memahami kebebasan beragama sebagai margasatwa kultural bagi spesies-spesies yang hampir punah. Dari pandangan mereka, agama tidak lagi memiliki wewenang internalnya (Budi Hardiman, Seri Kuliah Filsafat 'Etika Politik' di Komunitas Salihara, 20 November 2010).

Barangkali dengan berbagai pemikiran sekularisme yang valid, Auguste Comte kemudian membayangkan sebuah dunia baru yang bakal dibebaskan oleh cengkeraman 'sabda-sabda agama'. 

Namun benarkah demikian? Logika berpikir sekularisme justru mengalami kebangkrutan seiring munculnya suara-suara keras agama di ruang publik. Kebangkitan agama muncul dalam gerakan-gerakan fundamentalisme yang mencoba  menyeret negara untuk berpihak pada kepentingan agama. 

Kaum fundamentalisme juga terang-terangan memaksa negara untuk memprivatisasikan ruang publik demi mengkristalkan teologi melalui kebijakan publik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun