Tak terasa, sudah 3,5 tahun saya menjadi seorang ibu dari seorang gadis kecil yang cantik dan pintar. Setelah resmi menyandang status sebagai ibu, ada banyak hal yang membuat saya sadar, bahwa menjadi ibu tidaklah mudah.
Saya pun mulai memahami, bahwa ibu bukan sekadar tempat bersandar, bukan pula hanya tempat merengek ketika lapar. Tapi ibu juga harus bisa sebagai tempat belajar dan menjadi sosok yang selalu bersedia untuk mendengar.
Menjadi Ibu yang Banyak Ilmu
Menjadi ibu adalah anugerah, dimana kita diberi Tuhan sebuah tanggung jawab yang harus dilaksanakan sepenuh hati, tak boleh dikhianati.
Maka dari itu, setelah melahirkan, saya mengambil keputusan untuk menjadi ibu rumah tangga yang akan membersamai anak sepanjang hari, sepanjang waktu. Banyak yang menyayangkan, tak sedikit yang mempertanyakan.
"Sia-sia kamu kuliah hingga S2 kalau hanya jadi ibu rumah tangga."
"Memangnya nggak sayang sudah sekolah tinggi tapi nggak jadi pegawai negeri?'
Begitulah kata-kata yang sering saya dengar, dan biasanya hanya saya balas dengan senyuman. Saya bangga menjadi seorang ibu dengan pendidikan tinggi, karena dengan ilmu yang saya miliki dan pengetahuan dari buku-buku yang saya baca, mampu menjadikan saya seorang ibu yang tak hanya mengasuh dengan hati, tapi juga dengan ilmu yang saya miliki.
Ibu yang berilmu tahu jika ASI ekslusif itu penting, ibu yang berilmu juga akan tahu bagaimana agar anak terhindar dari stunting, karena tugas ibu yang paling krusial bukanlah memasak dan mencuci, melainkan seorang ibu harus bisa mengajarkan nilai-nilai kebajikan dan menumbuhkan karakter anak agar ia kelak menjadi pribadi yang mandiri, baik hati, dan tak mudah berkecil hati.
Dengan memiliki ilmu, ibu juga akan bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan si kecil. Ibu akan bisa menjawab dengan kalimat yang bisa dipahami saat anak bertanya, "Ma, kenapa waktu bayi dulu aku kecil badannya?", "Ma, kenapa kapalnya di atas laut?" , "Adek bayi keluarnya darimana?" dan beragam pertanyaan unik lainnya.