Memiliki masa depan yang cerah merupakan dambaan setiap orang, termasuk juga dengan saya. Masa depan sudah pasti akan  terjadi dan akan kita hadapi, namun masa depan yang cerah itu tergantung bagaimana kita di masa kini. Oleh karena itu, segala sesuatunya butuh persiapan dan perencanaan agar kita tidak gagap ketika masa depan itu datang.
Sejak kecil, saya terbiasa melakukan segala hal dengan perencanaan yang tepat, tidak spontanitas atau ujug-ujug.Orang tua saya selalu mengajarkan bagaimana merencanakan hidup yang tertata, baik itu dalam  mengelola waktu, juga mengelola keuangan. Â
Saat berusia empat tahun, ayah saya membuatkan sebuah celengan kayu berbentuk rumah, dan ketika saya duduk di bangku  kelas 4 sekolah dasar, ayah membuatkan rekening bank atas nama saya pribadi. Bagi saya, buku tabungan tersebut adalah sebuah hadiah sekaligus tanggung jawab besar yang harus saya jaga sebaik mungkin, bukan tentang fisik buku tabungan saja, melainkan juga tentang pengelolaan uang tabungan di dalamnya.
Setiap hari, saya tidak pernah menghabiskan uang saku saya untuk jajan di sekolah, sebagian selalu saya masukkan ke dalam celengan. Uang dalam celengan tersebut kemudian selalu saya tabung di bank setiap akhir bulan.
Membongkar celengan hadiah dari ayah setiap akhir bulan merupakan sebuah keasyikan tersendiri bagi saya. Menghitung satu per satu uang recehan menjadi jumlah seribuan kemudian dimasukkan ke dalam plastik-plastik kecil. Plastik-plastik kecil itu akan saya masukkan ke dalam kantong kresek kemudian saya bawa ke bank yang letaknya tak jauh dari rumah.
Ada sebuah kebanggan dan kebahagiaan ketika saya sampai ke meja tellerdan menyerahkan uang-uang receh yang saya bawa, senyum saya pun tanpa sadar merekah ketika melihat jumlah angka yang tercetak di tabungan saya sudah bertambah.
Sebenarnya, saat itu saya tak tahu pasti akan saya gunakan untuk apa tabungan itu, namun satu yang pasti dan saya yakini dalam hati, suatu ketika tabungan itu akan berguna bagi masa depan dan cita-cita saya.
Mengelola Uang, Merajut Impian
Tahun demi tahun berlalu, seragam sekolah yang saya gunakan terus berganti, dari putih merah, putih-biru, putih-abu-abu, hingga kemudian saya duduk di bangku kuliah. Meski ada banyak yang berubah dalam hidup saya, namun saya masih tetap setia dengan kebiasaan saya sejak belia, yaitu menabung.
Uang dalam tabungan saya tidak pernah saya gunakan untuk membeli mainan atau semacamnya, karena kala itu dibandingkan bermain boneka, saya lebih suka permainan gratisan seperti congklak, petak umpet, atau mencari ikan di sungai atau di parit kecil di pematang sawah.
Lalu, kapan uang dalam tabungan saya tersebut digunakan? Jawabannya adalah di waktu yang tepat serta untuk keperluan yang tepat.
Saya menemukan waktu yang tepat itu saat di bangku kuliah. Masa perkuliahan tentunya banyak tugas yang harus dikerjakan setiap harinya, dari makalah, laporan PPL, bahkan hingga skripsi, oleh karena itu saya memutuskan menggunakan uang tabungan yang telah saya kumpulkan sejak SD untuk membeli sebuah laptop. Memang bukanlah laptop yang mahal, namun ada debar kebanggaan ketika saya bisa membeli laptop itu dengan uang saya sendiri tanpa membebani orangtua. Bahkan, laptop itulah yang kemudian menghantarkan saya untuk menggapai impian menjadi seorang penulis. Laptop tersebut menemani saya untuk menulis makalah, skripsi, tesis, cerpen-cerpen untuk dipublikasikan di berbagai media, juga novel yang kemudian terbit, bahkan laptop itu pula yang saat ini menemani saya untuk menulis tulisan di blog kompasiana ini.
Mengelola Uang Berbasis Cinta
Setelah laptop terbeli dari hasil tabungan, saya pun mulai merasakan manfaat besar dari mengelola uang. Akhirnya saya pun melanjutkan pengelolaan uang, namun kali ini saya tak sendiri, saya mengelola uang bersama kekasih saya (yang sekarang sudah menjadi suami).
Sejak awal pacaran, kami sudah memiliki komitmen bahwa tujuan kami berpacaran bukan untuk sekadar main-main atau sekadar bersenang-senang, akan tetapi kami ingin menyatukan hati hingga bisa sampai ke jenjang pernikahan. Oleh karena itu, kami pun membuat perencanaan kehidupan, selain merencanakan impian masing-masing, kami juga membuat perencanaan keuangan sebagai bekal  kehidupan saat sudah berumah tangga kelak.
Membicarakan tentang kondisi atau pengelolaan keuangan masing-masing bukanlah hal tabu bagi kami. Kami sama-sama terbuka tentang penghasilan per bulan dan saling menjelaskan bagaimana cara kami mengelola keuangan. Kenapa hal ini kami lakukan? Agar ketika menikah, kami tidak canggung ketika membicarakan pengelolaan keuangan.
Berdiskusi masalah keuangan ketika masa pacaran, juga bisa membuat kami lebih saling mengenali dan memahami tipe pengelolaan masing-masing sehingga kami bisa membuat kesepakatan pengelolaan keuangan seperti apa yang akan kami lakukan.
Kami menyebut pengelolaan uang yang kami lakukan ini adalah pengelolaan uang berbasis cinta, karena sebagai sepasang kekasih, kami ingin melakukan segala hal atas dasar cinta.
Ada beberapa hal yang kami lakukan untuk mengelola keuangan selama masa pacaran:
a. Pergi Kencan dengan Dana Patungan
Makan, beli buku, nonton bioskop seringkali kami lakukan dengan dana patungan, atau saling bergantian untuk membayar, dan itu bukan merupakan hal tabu bagi kami. Kebahagiaan berdua maka harus disokong berdua, bukan oleh salah satu pihak saja.
b. Tidak Berfoya-foya
Kami berdua lebih suka pergi kencan ke toko buku bekas ala Rangga dan Cinta di film AADC, selain karena kami berdua adalah pecinta buku dan suatu kebahagiaan ketika mendapatkan buku-buku langka, juga karena kami tidak terlalu suka pergi berkencan di tempat-tempat yang nge-hitz di kalangan abege dan anak muda kebanyakan, misal restoran atau cafe terkini hanya untuk mendapatkan spot foto apik yang instagram-able. Tak perlu ke resto mahal, makan berdua di angkringan buat kami sudah merupakan sesuatu yang istimewa. Karena bagi kami, pergi berkencan bukan persoalan dimana kita pergi, melainkan bersama siapa kita pergi.
c. Membuat Tabungan Bersama
Sejak awal berpacaran, kami sepakat untuk membuat tabungan bersama yang mana tabungan tersebut tidak kami beri fasilitas ATM agar isi tabungan tersebut tetap terjaga dan tidak digunakan untuk berfoya-foya. Setiap bulan kami menyisihkan pendapatan kami untuk dimasukkan ke dalam tabungan bersama, dan tabungan tersebut tidak boleh diambil kecuali dalam keadaan yang benar-benar darurat. Selain tanpa fasilitas ATM, kami juga membuat tabungan tersebut di Bank yang mendapat jaminan LPS agar simpanan kami terjamin dan bisa berguna untuk masa depan.
Kenapa Menyimpan Uang di Bank dengan Jaminan LPS?
Beberapa waktu lalu, di daerah saya ada kejadian yang cukup menghebohkan berkaitan dengan dunia perbankan yang melibatkan sebuah Bank Perkreditan yang tak memiliki jaminan LPS. Banyak orang di daerah saya yang menyimpan uangnya di Bank tersebut karena tergiur adanya pinjaman dengan bunga rendah. Akan tetapi kemudian uang nasabah yang ada dibawa kabur oleh manajernya dan akhirnya nasabah kelimpungan tak tahu harus mengadu kepada siapa.
Menyimpan uang di Bank tentunya memiliki tujuan untuk menjaga uang tersebut agar bisa digunakan ketika kelak dibutuhkan dan tentunya saya tidak ingin uang yang saya simpan untuk masa depan bernasib sama dengan yang dialami oleh para nasabah Bank Perkreditan yang tidak kredibel. Oleh karena itu, saya dan suami memilih untuk menyimpan uang di Bank yang memiliki jaminan LPS daripada di Bank Perkreditan yang tidak jelas kredibilitasnya, apalagi sekarang sudah banyak Bank-Bank besar yang membuka cabang atau unitnya hingga ke tingkat kecamatan.
Selain itu, apabila kita menyimpan uang di bank yang menjadi peserta penjaminan LPS dan apabila terjadi sesuatu yang tak diinginkan terhadap bank tersebut, maka uang yang kita simpan akan terjaga dan layak bayar asalkan memenuhi kriteria simpanan layak bayar berupa 3T; Tercatat dalam pembukuan Bank, Tingkat bunga simpanan tidak melebihi tingkat bunga penjaminan, serta Tidak melakuka tindakan yang merugikan Bank. Sehingga menyimpan uang di Bank peserta penjaminan LPS membuat kita merasa aman, tenang, pasti!
Kini, saya dan kekasih saya sudah menikah, dan uang yang kami simpan selama  masa lima tahun pacaran dalam tabungan bersama sangatlah berguna di masa awal pernikahan kami yang sedang membangun pondasi ekonomi. Dari pengalaman ini, kami pun belajar bahwa sebuah hubungan cinta tak hanya butuh pengelolaan hati, akan tetapi juga butuh pengelolaan ekonomi untuk menggapai masa depan yang lebih berarti. (*) Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H