Tak perlu memutuskan hubungan diplomatik kedua negara, tak perlu memaksa pulang para TKI yang sedang bekerja di Malaysia, tak perlu melempar kotoran manusia saat berdemo, apalagi harus unjuk kekuatan militer untuk saling baku hantam dalam sebuah peperangan. Sebuah jalan menuju perdamaian dengan sikap dasar saling menghargai kedaulatan kedua negara, itulah yang kini dibutuhkan.
Tentunya rasa nasionalisme yang kuat tertanam dalam dada rakyat Indonesia patut diacungi jempol dalam menyikapi ketegangan yang tengah terjadi antara kedua negara, berbanding terbalik dengan “lemahnya” sang pemimpin negeri ini yang notabene terdidik dalam dunia kemiliteran.
Negeri sebesar Indonesia jadi kian tak berwibawa dibawah kepemimpinan SBY, apapun alasan dan pembelaan orang-orang yang ada disekelilingnya. Pola diplomasi yang dipertontonkan dihadapan rakyat oleh pemimpin negeri ini, samasekali tak membikin bangga. Rakyat yang menggebu-gebu dalam mengekspresikan nasionalismenya, seperti bertepuk sebelah tangan melihat pemimpinnya lembek seperti ini!.
Insiden berulang-kali yang menggesek hubungan kedua negara tentu tak dapat dijadikan alasan yang cukup kuat untuk salling baku hantam dan memuntahkan amunisi satu sama lain. Sikap tegas seorang pemimpin amat sangat diperlukan dalam menjaga kedaulatan negeri ini, sekaligus untuk meredam kegelisahan yang terjadi ditengah-tengah rakyat. Tegas bukan berarti menuju pada perenggangan, apalagi memutuskan hubungan diplomatik.
Harus disadari bahwa ketegangan-ketegangan seperti ini selalu dimanfaatkan pihak-pihak yang ingin bermain dan mengambil keuntungan. Baik yang dilakukan oleh kelompok-kelompok didalam kedua negara yang sedang bersitegang, ataupun pihak-pihak asing yang tengah melancarkan aksi adu domba antar sesama negara ASEAN, juga membidik kekuatan yang sangat mungkin tumbuh dari harmonisnya hubungan kedua negara yang mayoritas berpenduduk muslim ini.
Indonesia dan Malaysia menyimpan potensi untuk menjadi negara yang berpengaruh terhadap peradaban dunia, bahkan menjadi negara yang memimpin dunia. Masing-masing kekuatan politik dikedua negara menunjukkan arah dan cita-cita yang sama, perlahan tapi pasti mereka telah membangun basis-basis peradaban yang baik ditengah-tengah masyarakat. Khususnya Malaysia kekuatan oposisi kini telah mengimbangi kekuatan penguasa yang selama ini banyak melakukan ketidak-adilan dan pembangunan rezim yang hanya menguntungkan kekuatan politik pemerintah.
Begitu pula yang terjadi di Indonesia, walaupun secara kekuatan politik masih lemah, namun cita-cita dan langkah yang tengah dituju perlahan bisa dibumikan dengan baik diseluruh lini kehidupan berbangsa dan bernegara.
Kekuatan-kekuatan politik yang ada didalam kedua negara tersebut telah terjalin kerjasama yang cukup baik, bukan hanya antar kedua negara saja melainkan terhadap kelompok-kelompok politik dinegara-negara lain yang mempunyai cita-cita yang sama akan peradaban dunia yang lebih baik.
Perjuangan yang tengah dilakukan tentu tak lepas dari fokus untuk menghadirkan pemimpin-pemimpin nasional dikedua negara buah dari kesadaran rakyatnya akan kualitas hidup yang lebih baik.
Kita harus memastikan bahwa konflik dijalur diplomasi yang kini tengah membelit kedua negara tidak semakin meruncing dan berbuah konflik fisik, karena hanya akan merugikan rakyat dikedua negara dan memberikan keuntungan bagi pihak-pihak yang ingin kita saling baku hantam.
Permainan intelijen dalam hal ini sangat memungkinkan terjadi, baik untuk kepentingan individu maupun pihak-pihak asing diluar kedua negara. Rakyat Indonesia dan Malaysia harus mampu meredam emosi, jangan sampai menjadi korban dari pemimpin-pemimpin korup dan arogan yang hanya mementingkan kekuasaan dan kepentingan politiknya saja.