Mohon tunggu...
Politik

Rumah Aspirasi, Sebuah Ironi Anggota DPR

2 Agustus 2010   12:25 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:22 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Mungkin sedikit ada benarnya apa yang diusulkan oleh anggota DPR yang menginginkan dibangunnya "rumah aspirasi", yaitu untuk menyerap seluruh aspirasi rakyat dari daerah pemilihannya masing-masing.

Mengapa saya katakan benar, karena mungkin duduknya mereka digedung DPR bukan dari hasil pemilihan umum yang berbasis pada visi & misi yang benar-benar dikuasai oleh sang anggota dewan sekaligus dimengerti dan difahami oleh rakyat yang telah memilihnya, tetapi karena jaringan kekuasaan dan tingginya tingkat money politics yang membayang-bayangi selama pemilu.

Boro-boro rakyat mengetahui visi dan misi yang dibawa oleh sang anggota dewan, mengetahui domisilinya pun mungkin tak tahu menahu, apalagi mau bertatap muka dan berbicara soal aspirasi yang akan diperjuangkan kelak digedung DPR sana.

Apa yang terjadi selama ini pada saat kampanye isinya lebih cenderung mengajak rakyat benar-benar berpesta, layaknya acara-acara pernikahan dan seremonial-seremonial yang bertaburan hiburan yang melenakan. Bukan sebagai sarana untuk mencerdaskan rakyat akan konsekwensi atas pilihan-pilihan politiknya dengan memaparkan visi & misi yang diemban calon anggota dewan. Kalaupun ada saat-saat kampanye dialogis lebih cenderung dipenuhi oleh rakyat yang sudah memahami atau malah simpatisan partai saja.

Selain hal tersebut, kehadiran anggota DPR yang terpilih untuk mewakili daerah pemilihannya banyak juga yang tidak berdomisili didapilnya, sehingga akan sangat menyulitkan dalam menyerap dinamika yang terjadi didaerahnya itu. Lalu pertanyaannya apakah peran dari partai politik yang menaunginya?, boleh jadi sebagian besar partai politik yang ada tak memiliki sensitivitas yang tinggi dalam menyerap aspirasi rakyat pasca pemilu, kalaupun ada proposal-proposal yang diajukan dan masuk keruang kerja anggota DPR mungkin hanya menguntungkan sipembuat proposal saja dan aspirasi yang disampaikan hanya aspirasi bukan atas masukan rakyat banyak.

Yang lebih parah lagi jika pada kenyataanya kantor-kantor partai politik yang sebelumnya ramai dengan aktifitas karena menghadapi pemilu, kini banyak ditutup & ditinggalkan menunggu masa-masa pemilihan periode berikutnya. Lalu pengurusnya sibuk hilir mudik dan berkantor digedung dewan untuk menyerap proyek-proyek yang bisa memenuhi pundi-pundi uang para pengurus partai politik.

Banyaknya cabang-cabang partai politiknya  didaerah bukan berarti membuka peluang untuk menyerap aspirasi rakyat lebih banyak yang bisa ditampung oleh anggota DPR sebagai amunisi perjuangannya digedung DPR sana. Tak banyak pengurus partai politik yang dengan sukarela dan penuh keikhlasan mengabdikan sebagian waktunya untuk menyerap aspirasi rakyat untuk diteruskan kepada anggota DPR yang bersangkutan. Karena banyak yang beranggapan gerakan politik harus ada uangnya, tanpa itu mereka tidak mau berdedikasi buat partainya.

Jadi disinilah letaksedikit kebenaran tersebut, yang dijadikan anggota DPR untuk meminta dibangunnya rumah aspirasi. Sekaligus menunjukkan sebuah ironi dari anggota DPR yang dianggap sebagai pembawa aspirasi rakyat, karena mereka sendiripun tak tahu menahu aspirasi apa yang akan dibawa dan diperjuangkan!

Dari sini kita bisa mengambil pelajaran untuk memperbaiki tiga komponen yang seharusnya bisa bersinergi sama lain, yaitu rakyat yang memilih harus dicerdaskan akan pilihan-pilihan politiknya, partai politik tidak asal comot calon anggota DPR hanya karena bisa meraup suara dan membayar dengan harga yang mahal,pilihlah yang benar-benar menguasai daerah pemilihannya dan mengetahui aspirasi apa yang berkembang disana  serta partai politik mampu menjadi saluran aspirasi yang tidak tersumbat bagi anggota DPR terpilih,  dan yang terakhir adalah anggota DPR itu sendiri perlu dibekali pengetahuan yang cukup atas daerah pemilihannya.

" Bila hal tersebut berjalan dengan baik, tentunya tak perlu lagi wacana rumah aspirasi yang notabene bisa menjadi lahan mata pencaharian baru anggota DPR buat mengkorup dana negara! "

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun