Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan (BPHTB) merupakan salah satu komponen penting dalam penerimaan pajak daerah yang dikenakan atas peralihan hak atas tanah dan/atau bangunan, seperti jual beli, hibah, dan waris. BPHTB adalah pajak atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan, yang mengacu pada perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan/atau bangunan oleh orang pribadi atau badan. Badan Pendapatan Daerah memiliki peran krusial dalam proses penilaian BPHTB untuk menentukan besaran pajak yang harus dibayar. Namun, terdapat pertanyaan mengenai sejauh mana peran aktif Badan Pendapatan Daerah dalam penilaian ini dan batasan-batasan yang harus diikuti untuk memastikan efisiensi waktu dan kepastian hukum. Pembahasan topik ini diperlukan karena seringkali terdapat kebingungan di masyarakat mengenai seberapa aktif Badan Pendapatan Daerah dalam menerima pengajuan penilaian BPHTB.
BPHTB diatur dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, yang menetapkan dasar hukum untuk pemungutan pajak ini. Proses penilaian BPHTB melibatkan beberapa tahapan, mulai dari pengajuan permohonan, verifikasi data, hingga penerbitan surat ketetapan pajak. Dalam setiap tahap ini, Badan Pendapatan Daerah bertindak sebagai otoritas yang memeriksa dan memastikan bahwa penilaian dilakukan secara tepat dan adil.
Secara umum, peran Badan Pendapatan Daerah dapat bersifat pasif atau aktif. Pada peran yang pasif, Badan Pendapatan Daerah hanya menerima data yang disediakan oleh wajib pajak tanpa melakukan verifikasi lebih lanjut. Misalnya, mereka hanya akan menerima dan menggunakan nilai transaksi yang dilaporkan tanpa melakukan pengecekan apakah nilai tersebut wajar dan sesuai dengan nilai pasar. Dalam hal ini, peran Badan Pendapatan Daerah terbatas pada pemrosesan informasi yang diberikan.
Namun, peran Badan Pendapatan Daerah bisa menjadi lebih aktif dengan melakukan verifikasi data yang lebih mendalam. Ini termasuk melakukan pengecekan terhadap nilai pasar dari objek pajak, yang bisa melibatkan penilaian ulang terhadap harga tanah dan bangunan berdasarkan data pasar atau penilaian independen. Peran aktif ini bertujuan untuk memastikan bahwa penilaian pajak dilakukan secara adil dan sesuai dengan kondisi pasar.
Apabila kita melihat pada Pasal 46 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, dapat kita cermati bahwa dasar pengenaan BPHTB adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP). Nilai ini ditetapkan berdasarkan beberapa kondisi: untuk jual beli, dasar penilaian adalah harga transaksi; untuk tukar-menukar, hibah, hibah wasiat, pemasukan dalam perseroan, pemisahan hak, dan perbuatan serupa menggunakan nilai pasar; sementara untuk lelang menggunakan harga transaksi yang tercantum dalam risalah lelang. Aturan ini sudah jelas, terutama terkait peralihan hak karena jual beli, sehingga seharusnya dengan berpegang pada ketentuan ini, Badan Pendapatan Daerah dapat secara cepat melakukan proses permohonan masyarakat.
Dalam hal pemutakhiran data objek pajak daerah, semestinya Badan Pendapatan Daerah dapat secara kontinu berkoordinasi dengan pihak terkait seperti Kantor Pertanahan, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), dan Kantor Pajak Pratama. Koordinasi ini bertujuan agar terdapat satu modul atau panduan dasar yang menjadi referensi dalam perhitungan BPHTB, sehingga nilai pajak BPHTB yang muncul nantinya tidak berdasarkan asumsi semata tetapi dapat dipertanggungjawabkan, terutama bagi pemegang hak atas tanah.
Negara tentu memiliki peran penting dalam menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan, dan pemeliharaan tanah. Selain itu, negara juga mengatur hubungan hukum antara orang dengan bumi, air, dan ruang angkasa; serta menentukan hubungan hukum antara orang dan perbuatan hukum mengenai bumi, air, dan ruang angkasa. Dalam konteks ini, peran Badan Pendapatan Daerah sangat vital untuk memastikan bahwa penilaian dan pemungutan BPHTB dilakukan dengan transparan dan akurat.
Meskipun demikian, partisipasi aktif Badan Pendapatan Daerah harus dilakukan dalam batasan-batasan tertentu. Pertama, legalitas dan kewenangan mereka harus didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Setiap langkah verifikasi dan penilaian harus memiliki dasar hukum yang jelas agar tidak menimbulkan masalah hukum di kemudian hari. Kedua, efisiensi waktu harus tetap dijaga. Proses penilaian yang terlalu panjang dan berbelit-belit dapat menghambat pendaftaran tanah, yang pada akhirnya dapat merugikan wajib pajak dan memperlambat transaksi properti. Oleh karena itu, prosedur penilaian harus dirancang agar tetap efisien dan tidak memperpanjang waktu proses pendaftaran. Ketiga, kepastian hukum bagi wajib pajak harus dijamin. Keterlibatan aktif tidak boleh menimbulkan ketidakpastian hukum. Harus ada standar yang jelas dan transparan dalam penilaian agar wajib pajak memahami proses dan hasil penilaian.
Kesimpulannya, Badan Pendapatan Daerah memiliki peran penting dalam penilaian BPHTB yang bisa bersifat pasif atau aktif. Partisipasi aktif dapat meningkatkan akurasi dan keadilan dalam penilaian pajak, namun harus dilakukan dalam batasan yang jelas untuk menjaga efisiensi waktu dan kepastian hukum. Melalui koordinasi yang baik dan penggunaan teknologi, peran aktif ini dapat dijalankan tanpa menghambat proses pendaftaran tanah, sehingga memastikan bahwa wajib pajak mendapatkan pelayanan yang adil dan efisien.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H