Hal ini tentu dilihat sebagai problema karena dengan adanya sistem HT-el tidak serta merta menjamin kepastian hukum atas meringkas tahapan-tahapan pelaksanaan Hak Tanggungan dari manual menuju elektronik.
Kurangnya sosialisasi kepada PPAT dan pihak Kreditur menyebabkan lambannya proses pembebanan HT-el justru terasa dibanding pembebanan secara manual dengan datang ke Kantor Pertanahan.Â
Apalagi dengan telah ditandatanganinya Akta Pembebanan Hak Tanggungan (APHT) oleh Kreditur dan Debitur seharusnya PPAT segera mendaftarkan akta dalam 7 hari kerja. Namun karena proses verifikasi akun mitra, masih berjalannya sosialisasi, maupun aspek-aspek lain justru menyebabkan mundurnya pendaftaran APHT hanya karena masalah non substansial seperti sistemasi dan komputerisasi HT-el.Â
Masalah-masalah kemudian yang dihadapi, bagaimana bila ada ternyata adanya blokir secara tiba-tiba terhadap tanah yang tidak segera dibebankan Hak Tanggungan.Â
Hal ini bisa saja terjadi ketika PPAT telah melakukan pengecekan sertifikat atas tanah yang menyatakan bebas dari blokir dan sengketa namun ternyata di perjalanan dengan tidak segeranya dibebankan Hak Tanggungan.
Penulis masih memprediksi bahwa telah ada ataupun akan ada permasalahan-permasalahan lain yang dihadapi oleh PPAT selaku pejabat dan Kreditur selaku pihak yang berpiutang dalam pelaksanaan HT-el.Â
Diharapkan adanya sistem HT-el guna meringkas dan mempercepat pelaksanaan Hak Tanggungan dapat segera meminimalisir adanya masalah-masalah non-substansial yang nantinya justru bisa saja menjadi permasalahan yang tidak terduga bagi PPAT dan Kreditur sebagai pihak mitra dari Badan Pertanahan Nasional. (Ricco Yubaidi)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H