[caption id="attachment_191648" align="aligncenter" width="443" caption="Warga Jerman yang ditembak orang tak dikenal di Jayapura (29/5/2012), dalam perawatan di rumah sakit. Foto : Zonadamai@worlpress.com"][/caption]
Motif penembakan terhadap seorang warga asing asal Jerman oleh kelompok sipil bersenjata di Jayapura, Papua, Selasa lalu (29/5/2012), masih menimbulkan spekulasi berbagai pihak. Turis Jerman bernama Dietmar Pieper (55), pemilik paspor No.C1WVZVXNL itu tertembak ketika sedang menikmati liburan di lokasi wisata Pantai Base G, Jayapura. Ia kini masih dirawat di RSUD Dok II Jayapur.
Namun hemat saya, penembakan itu erat kaitannya dengan agenda OPM yang menolak kebijakan pemberlakukan Otonomi Khusus (Otsus) di Provinsi Papua dan Papua Barat. Tidak begitu sulit untuk menarik benang merah dari insiden penembakan itu dengan kebijakan Otsus.
Otsus yang sudah diberlakukan sejak tahun 2001 berdasarkan UU No. 21 Tahun 2001 itu bertujuan untuk memberikan kewenangan seluas-luasnya bagi Orang Asli Papua (OAP), baik kewenangan politik, pemerintahan, maupun ekonomi dan sosbud. Hasilnya setelah 10 tahun lebih Otsus berjalan, semua Kepala Daerah dari tinggak Bupati/Walikota hingga Gubernur sudah dipegang oleh OAP. Kemajuan pembangunan di berbagai bidang pun cukup signifikan.
Kemajuan yang sudah tercapai itu membuat mereka kehilangan pamor. Mereka tidak lagi mendapat tempat di hati warga Papua serta tersisih dari perebutan jabatan politis. Lebih dari itu, cita-cita Papua merdeka yang mereka kampanyekan dianggap sebagai pepesan kosong alias mimpi oleh warga Papua sendiri.
Kini warga Papua pada umumnya tampak sibuk berkarya pada profesi masing-masing. Menjadi karyawan swasta pada perusahaan-perusahaan yang dibangun di wilayah itu, menjadi kontraktor, berdagang di pasar, menjadi PNS, guru, rohaniawan, tenaga medis. Banyak pula yang dipercayakan menjadi wakil rakyat di DPRD, MRP bahkan menjadi Anggota DPR Pusat dan DPD. Sementara ribuan generasi muda Papua sedang giat belajar di kampus-kampus di Jawa, Bali hingga ke luar negeri.
Inilah yang dikhawatirkan oleh para aktivis Papua merdeka (faksi-faksi Pro-M). Karena, jika Papua semakin maju dan makmur, tidak ada lagi alasan bagi mereka untuk menuntut merdeka.
Kekhawatiran inilah yang membuat mereka mencari cara lain, yaitu mengganggu keamanan warga, tak peduli warga asing atau warga lokal. Bahkan guru yang bertugas untuk mengajar anak-anak Papua menjadi pintar pun, ikut ditembak pada hari yang sama.
http://zonadamai.wordpress.com/2012/05/30/seorang-guru-di-papua-tewas-ditembak/
Air Susu Dibalas Air Tuba
Sementara di luar negeri masih ada sekelompok “pemimpi” asal Papua yang sibuk berjualan isu Papua, berkeliling dari satu kota ke kota lain berkampanye meraih belas-kasihan warga asing. Mereka ditampung, dikasih makan, diberi suaka, namun ketika ada warga asing yang datang ke Papua untuk berwisata, malah ditembaki....!!!
Konyolnya lagi, warga asing yang ditembak itu justru berasal dari negera Jerman yang akhir pekan lalu dalam sidang Dewan HAM PBB di Genewa, Swiss menyerukan penegakan HAM di Papua dan pembebasan Filep Karma (salah satu terpidana kasus makar yang masih mendekam dalam lembaga pemasyarakatan).
Mudah-mudahan insiden ini membuka mata negara-negara asing yang selama ini terlanjur iba kepada para penjual isu Papua itu. Bahwa “air susu telah dibalas dengan air tuba”.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H