*) Terkait Peluncuran Kaukus Parlementarian For West Papua
Sebuah situs resmi Radio Australia (ABC) pekan lalu menurunkan berita berjudul “Politisi Australia dan Pasifik diundang dukung Papua”. Berita itu memuat undangan Senator Partai Hijau Australia Richard Di Natale kepada menteri-menteri di Australia dan seluruh Pasifik untuk ikut bergabung dalam acara peluncuran International Parliamentarians for West Papua (IPWP), atau Kaukus Parlemen Internasional untuk Papua merdeka. IPWP Asia Pasifik ini sedianya akan di-launching di Australia hari ini (28/02/2012).
"Kami ingin lebih banyak orang ikut bergabung dan berikrar bahwa rakyat Papua Barat berhak untuk menentukan nasib sendiri," kata Natale.
http://www.radioaustralia.net.au/indonesian/news/stories/201202/s3437648.htm
Berita tersebut tentu saja telah membelalakan mata pihak Kemenlu RI di Jakarta. Jubir Kemenlu Michael Tene mengatakan sikap para anggota parlemen Australia yang simpati terhadap gerakan OPM (Operasi Papua Merdeka) adalah sikap personal. Namun, Kemenlu tidak memandang sebelah mata terkait dukungan anggota parlemen tersebut, dan akan terus memntau perkembangan isu tersebut.
“Kita terus koordinasi dengan KBRI di Australia, untuk pantau perkembangannya,” ucap Tene.
Walau Kemenlu tampak tenang, namun tidak demikian sikap sebagian anggota Parlemen Indonesia. Wakil Ketua Komisi I DPR RI, TB Hasanuddin tampak berang dengan rencana berkumpulnya sejumlah parlemen Australia dalam kaukus Parlementarian For West Papua itu. Ia menuding kegiatan itu sebagai bentuk intervensi terhadap kedaulatan Indonesia.
Ketua MPR RI Hajriyanto Thohari memberikan kritik pedas bagi para diplomat Indonesia. Menurutnya, diplomat-diplomat Indonesia lamban dalam meluruskan berita-berita tentang Papua. “Diplomat-diplomat Indonesia harus memiliki prakarsa aktif dan ofensif. Jangan sampai kalah opini,” ungkap Hajriyanto.
Semestinya, lanjut Hajriyanto,para diplomat mengambil kendali opini di negara-negara yang menjadi tempat kerja mereka. “Mestinya jauh sebelumnya harus aktif dan mengambl kendali.”
Hajriyanto meminta para diplomat Indonesia memiliki inisiatif lebih tinggi dibanding gerakan separatis dalam memberi penjelasan soal masalah-masalah di Papua. Selama ini para diplomat bersikap reaktif terhadap masalah-masalah separatisme di Indonesia. “Kalau sudah seperti ini baru kelabakan, baru beri penjelasan,” imbuhnya.
http://zonadamai.wordpress.com/2012/02/27/mpr-diplomat-indonesia-lamban-luruskan-berita-papua/
[caption id="attachment_173957" align="alignleft" width="300" caption="peluncuran IPWP di Brussel oleh Beny Wenda dkk."]
Untuk mendampingi IPWP, April 2009 di Guyana Amerika Serikat Beny Wenda dkk telah mendirikan sebuah lembaga untuk menghimpun para pengacara internasional. Lembaga itu mereka namakan ILWP (Internasional Loyers For West Papua). Lembaga inilah yang bertugas untuk melakukan pendapingan hukum (advokasi) bagi para aktivis Papua merdeka serta menggugat pelaksanaan PEPERA 1969 ke Mahkamah Internasional. Sedangkan IPWP bertugas untuk mencari dukungan politik dunia internasional.
Sementara di tingkat lokal di Tanah Papua ada sayap militer (TPN-OPM) yang bertugas untuk mengganggu stabilitas keamanan, dan ada sejumlah organisasi underbow OPM yang bermain di wilayah politik. Selain itu, di bidang hukum ada sejumlah pengacara lokal yang aktif membela kepentingan hukum para terdakwa kasus makar serta memperjuangkan pembebasan para tapol/napol di wilayah itu. Ketiga jalur itu (militer, politik, dan hukum) sama-sama bertugas untuk menjaga agar gerakan papua merdeka tetap eksis.
Dengan tidak mengurangi rasa hormat saya atas hubungan diplomatik yang sudah terbina dengan baik antara Pemerintah Indonesia dan Australia selama ini, namun dengan peluncuran IPWP Asia Pasifik yang difasilitasi Green Party Australia tersebut, maka kita patut menduga, Australia adalah salah satu sponsor gerakan papua merdeka.
Masih ingat kasus Timor Timur? Seperti apa peran Australia dalam kasus kemerdekaan negara yang sekarang bernama Republik Demokratis Timor Leste (RDTL) itu? Bukan hanya Tuhan yang tahu. Selama sekian tahun, Marie Alkatiri “diumpetin” di Aussie. Dan ibarat lakon wayang, pada saat yang tepat ia dikeluarkan dari kotak dan dijadikan Perdana Menteri pertama negara RDTL. Setelah itu, Australia bisa melangkah tanpa hambatan untuk mengatur pembagian yang lebih menguntungkan terhadap pembagian sumber minyak di Celah Timor.
Nah, dengan geliat politik dunia internasional untuk Papua merdeka seperti digambarkan diatas, baik yang dilakukan secara terang-terangan melalui lembaga IPWP dan ILWP, pertanyaannya apakah cukup bagi Indonesia mempertahankan wilayah kedaulatan kita di Tanah Papua “hanya” dengan kebijakan Otsus dan UP4B?
Tampaknya perlu ada kebijakan lain yang lebih inovatif untuk mengelola Papua agar geliat politik papua merdeka tersebut bisa diredam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H