[caption id="attachment_286572" align="aligncenter" width="509" caption="Foto : Antaranews.com"][/caption] Genap empat tahun Laut Timor dalam radius sekitar 400 kilometer tercemar gumpalan minyak dan gas hidrokarbon akibat meledaknya ladang gas Montara yang dikelola PT. TEP milik Australia. Insiden itu terjadi 21 Agustus 2009 di Montara Well Head Platform, Blok West Antlas yang terletak di perbatasan Indonesia-Australia. Kebocoran itu terjadi selama 74 hari menyebabkan para petani rumput laut di wilayah Timor Barat mengeluh rugi lantaran gagal panen. Begitupun ribuan nelayan dari Rote Ndao, Sabu, Lembata, Flores Timor, Alor dan Sumba juga ikut terkena dampak. Ikan semakin sulit didapat lantaran rusaknya terumbu karang dan biota laut. Harga ikan di pasar tradisional Kupang yang selama ini terkenal paling murah se Indonesia, kini nyaris tak terjangkau daya beli masyarakat setempat. Sebuah penelitian independen memperkirakan, kerugian Indonesia mencapai 1,7 miliar dollar AS. Namun Pemprov Nusa Tenggara Timur mencatat kerugiaan riil mencapai Rp 806 triliun. (Bandingkan dengan laporan Menteri Perhubungan Freddy Numberi pada Raker Komisi VII DPR RI tiga tahun lalu mengatakan bahwa kerugian Indonesia ‘hanya’ Rp 247 miliar). Barangkali soal berapa nominal kerugian yang diderita bangsa Indonesia tidak perlu diperdebatkan. Yang terutama adalah bagaimana penanganan tercepat agar para nelayan dan petani rumput laut itu tidak harus berlama-lama berada dalam penderitaan. Lagipula apa yang mesti dilakukan oleh Menteri Perhubungan bersama Tim Nasional untuk menangani tumpahan minyak dimaksud, sudah sangat jelas tertuang dalam Perpres No. 109 Tahun 2006 tentang Penanggulangan Keadaan Darurat Tumpahan Minyak di Laut. Pasal 1 ayat 1 Perpres tersebut menyatakan: Penanggulangan keadaan darurat tumpahan minyak di laut adalah tindakan secara cepat, tepat, dan terkoordinasi untuk mencegah dan mengatasi penyebaran tumpahan minyak di laut serta menanggulangi dampak lingkungan akibat tumpahan minyak di laut untuk meminimalisasi kerugian masyarakat dan lingkungan laut. Momentum Sail Komodo 2013 Nah, hampir empat tahun ini, apa saja tindakan penanggulangan yang sudah dilakukan? Belum ada perkembangan nyata yang dipublish di media. Makanya, sebuah lembaga independen berkedudukan di Kupang bernama Yayasaraan Peduli Timor Barat (YPTB) pimpinan Ferdi Tanoni memanfaatkan momentum 'Sail Komodo 2013' yang tengah berlangsung di NTT saat ini untuk mengkampanyekan ikhwal pencemaran di Montara itu. [caption id="attachment_286573" align="aligncenter" width="620" caption="ratusan Perahu dan kapal peserta Sail Komodo 2013 memenuhi perairan Labuan Bajo mulai Senin (6/9/2013). Foto : sg.news.yahoo.com"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H