Mohon tunggu...
Ricard Radja
Ricard Radja Mohon Tunggu... -

karyawan swasta, peduli pada masalah sosial, tinggal di Kupang\r\n

Selanjutnya

Tutup

Nature

Sail Komodo 2013, Momentum untuk Kampanyekan Musibah Tumpahan Minyak di Laut Timor

8 September 2013   12:40 Diperbarui: 24 Juni 2015   08:11 1519
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_286572" align="aligncenter" width="509" caption="Foto : Antaranews.com"][/caption] Genap empat tahun  Laut Timor dalam radius sekitar 400 kilometer tercemar gumpalan minyak dan gas hidrokarbon akibat meledaknya ladang gas Montara yang dikelola PT. TEP milik Australia. Insiden itu terjadi 21 Agustus 2009  di Montara Well Head Platform, Blok West Antlas yang terletak di perbatasan Indonesia-Australia. Kebocoran itu terjadi selama 74 hari menyebabkan para petani rumput laut di wilayah Timor Barat mengeluh rugi lantaran gagal panen. Begitupun ribuan nelayan dari Rote Ndao, Sabu, Lembata, Flores Timor, Alor dan Sumba juga ikut terkena dampak. Ikan semakin sulit didapat lantaran rusaknya terumbu karang dan biota laut. Harga ikan di pasar tradisional Kupang yang selama ini terkenal paling murah se Indonesia, kini nyaris tak terjangkau daya beli masyarakat setempat. Sebuah penelitian independen memperkirakan, kerugian Indonesia mencapai 1,7 miliar dollar AS. Namun Pemprov Nusa Tenggara Timur mencatat kerugiaan riil mencapai Rp 806 triliun. (Bandingkan dengan laporan Menteri Perhubungan Freddy Numberi pada Raker Komisi VII DPR RI tiga tahun lalu mengatakan bahwa kerugian Indonesia ‘hanya’ Rp 247 miliar). Barangkali soal berapa nominal kerugian yang diderita bangsa Indonesia tidak perlu diperdebatkan. Yang terutama adalah bagaimana penanganan tercepat agar para nelayan dan petani rumput laut itu tidak harus berlama-lama berada dalam penderitaan. Lagipula apa yang mesti dilakukan oleh Menteri Perhubungan bersama Tim Nasional untuk menangani tumpahan minyak dimaksud, sudah sangat jelas tertuang dalam Perpres No. 109 Tahun 2006 tentang Penanggulangan Keadaan Darurat Tumpahan Minyak di Laut. Pasal 1 ayat 1 Perpres tersebut menyatakan: Penanggulangan keadaan darurat tumpahan minyak di laut adalah tindakan secara cepat, tepat, dan terkoordinasi untuk mencegah dan mengatasi penyebaran tumpahan minyak di laut serta menanggulangi dampak lingkungan akibat tumpahan minyak di laut untuk meminimalisasi kerugian masyarakat dan lingkungan laut. Momentum Sail Komodo 2013 Nah, hampir empat tahun ini, apa saja tindakan penanggulangan yang sudah dilakukan? Belum ada perkembangan nyata yang dipublish di media. Makanya, sebuah lembaga independen berkedudukan di Kupang bernama Yayasaraan Peduli Timor Barat (YPTB) pimpinan Ferdi Tanoni memanfaatkan momentum 'Sail Komodo 2013' yang tengah berlangsung di NTT saat ini untuk mengkampanyekan ikhwal pencemaran di Montara itu. [caption id="attachment_286573" align="aligncenter" width="620" caption="ratusan Perahu dan kapal peserta Sail Komodo 2013 memenuhi perairan Labuan Bajo mulai Senin (6/9/2013). Foto : sg.news.yahoo.com"]

137861865743572444
137861865743572444
[/caption] Kepada para jurnalis yang datang dari berbagai negara termasuk dari Australia, YPTB membagikan pernyataan sikap untuk meminta perhatian dunia internasional agar kebohongan perusahaan PT. TEP Australia penyebab tercemarnya Laut Timor itu bisa diatasi, bukannya ditutup-tutupi.(Sumber : Tempo.co) YTPB juga mengungkapkan bahwa upaya mengatasi pencemaran laut Timor yang dilakukan dengan cara  penyemprotan bahan kimia beracun dispersant oleh AMSA untuk tenggelamkan tumpahan minyak mentah dari permukaan air laut ke dasar laut, bukanlah solusi yang baik, tetapi justru sedang menyimpan bom waktu untuk merusak habitat di Laut Timor. Di sisi lain, sebagai bangsa yang mendiami negara kepulauan, kita berharap Australia beritikad baik atas musibah yang mereka lakukan. Sebagai negara pengusung demokrasi modern, Australia tentu sangat peduli pada masalah HAM termasuk HAM para nelayan tradisional dari Nusa Tenggara Timur atas potensi ekonomi di laut yang mereka jaga dan pelihara selama ini. Mudah-mudahan Australia tidak hanya peduli pada masalah HAM kelompok kecil orang Papua yang berteriak minta referendum dan hak menentukan nasib sendiri (Papua merdeka), tetapi juga bertanggung jawab atas pelanggaran HAM ekonomi nelayan tradisional orang Timor akibat tumpahan minyak di "ladang" tempat mereka mencari nafkah setiap hari. Mudah-mudahan momentum Sail Komodo 2013 bisa mencerahkan para peserta Sail Komodo dari negara kangguru itu untuk meminta perhatian serius dari Pemerintahnya terhadap kerugian yang telah diderita oleh para nelayan tradisional NTT. Namun jika mereka tetap tidak peduli, maka peribahasa nenek moyang orang Indonesia ini patut dikenakan kepada mereka :   gajah di pelupuk mata tak tampak tetapi semut di seberang lautan kelihatan. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun