“...Dan apa yang dinamakan tanah air Indonesia? Yang dinamakna tanah air Indonesia ialah segenap wilayah yang dulu dijajah oleh pihak Belanda, yang dulu dinamakan Hindia Belanda, yang dulu dinamakan Nederlands Indië. Itulah wilayah Republik Indonesia. Dengarkan benar kataku, itulah wilayah Republik Indonesia. Itu berarti bahwa sejak 17 Agustus 1945 Irian Barat telah masuk di dalam wilayah Republik Indonesia. Apa yang belum terjadi? Karena penjajah Belanda di Irian Barat sesudah proklamasi itu masih berjalan terus, maka Irian Barat belum kembali termasuk di dalam wilayah kekuasaan Republik Indonesia. Sehingga kita punya perjuangan yang lalu ialah Saudara-Saudara perhatikan benar-benar, bukan memasukan Irian Barat ke dalam wilayah kekuasaan Republik Indonesia. Kesalahan ini masih kadang-kadang dibuat. Orang masih berkata, berjuang memasukan Irian Barat kembali ke dalam wilayah kekuasaan Republik Indonesia. Tidak!
Irian Barat sejak 17 Agustus 1945 sudah masuk dalam wilayah Republik Indonesia. Orang kadang-kadang berkata, memasukan Irian Barat ke dalam wilayah Ibu Pertiwi. Salah! Tidak! Irian Barat sejak daripada dulu sudah masuk ke dalam wilayah kekuasaan Republik Indonesia...”
(kutipan Pidato Bung Karno di Kota Baru, Jayapura, tanggal 4 Mei 1963)
Kota Baru atau Jayapura, Kota terindah di wilayah Indonesia paling Timur yang kemarin (7/3/2012) baru saja merayakan HUT ke 102 itu telah menjadi saksi sejarah.Hampir lima puluh tahun yang lalu, tepatnya 4 Mei 1963) di Kota yang sebelumnya bernama Port Numbay ini berkumandang suara Sang Proklamator Republik Indonesia, Bung Karno membahana ke seantero jagat.
Dengan visinya yang luar biasa, Bung Karno seakan sudah meramal bahwa suatu hari kelak, anak bangsa ini akan mengabaikan sejarah perjuangan kemerdekaan. Bahwa di suatu waktu nanti akan ada sekelompok anak bangsa yang memplintir makna kata “belum kembali termasuk” menjadi aneksasi. Dan itu benar-benar terbukti....!!!
Betapa tidak. Ada sekian banyak putera-puteri Papua yang sangat berpotensi saat ini berlindung dalam suaka politik bangsa lain. Di Inggris, di Belanda, di Australia. Sebagian sudah resmi menjadi warga negara lain, karena apa? Karena mereka terlanjur percaya pada doktrin bangsa lain yang kalah perang, bahwa Indonesia telah menjajah Papua. Bahwa Papua telah dianeksasi ke dalam wilayah NKRI.
Atas semua tudingan itu, 50 tahun yang laluBung Karno sudah tegas menjawab :“...Salah! Tidak! Irian Barat sejak daripada dulu sudah masuk ke dalam wilayah kekuasaan Republik Indonesia...”
Maka bagi sebagian anak bangsa yang masih bertahan dalam “ajaran sesat” bangsa asing, kita ucapkan selamat berjuang. Sementara bagi Orang Papua yang sedang giat membangun Kota Baru bersama pemerintah daerahnya, mari kita rapatkan barisan, kita jaga Kota Baru, Kota Jayapura menjadi kota paling maju di wilayah Indonesia paling timur ini. Ini tentu sejalan dengan himbauan Wali Kota Jayapura Benhur Tommy Mano dalamupacara gabungan di lapangan kantor Wali Kota Jayapura, kemarin.
“Tak terasa sudah seratus tahun lebih usia kota Jayapura. Sebagai warga kota ini, semua harus bertanggung jawab menjaga kedamaian, kebersihan, dan segala hal positif di sini,” demikian himbauan Benhur Tommy.
Kota di pesisir pantai ini memang pernah menyandang berbagai predikat. Ketika pasukan Belanda pertama kali mendarat di kota ini, Kapten Sachse langsung tertarik pada panorama kota pantai dengan geografi berteluk nan elok. Sache terinspirasi memberi kota itu dengan namaHolland(Hol = lengkung atau teluk, dan land = tanah) lantaran geografinya sangat mirip dengan garis pantai utara negeri Belanda. Belakangan kota ini dijadikan pusat pemerintahan Belanda (Nederland New Guinea. Nama Holland kemudian diganti menjadi Port Numbay. Setelah Belanda Hengkang dari Indonesia, Bung Karno mengganti namanya menjadi Kota Baru. Para pengikut Bung Karno sempat pula memberi nama tempat itu Sukarnopura, dan terakhir berubah lagi namanya menjadi JAYAPURA hingga sekarang.
Dari kota ini ke Papua Niugini (PNG) hanya diperlukan waktu tempuh lebih kurang 1,5 jam lewat darat. Tak salah bila pemerintah kota merancang Jayapura sebagai kota jasa, perdagangan, dan pariwisata.
Citra sebagai ibu kota provinsi yang menyandang segala kemudahan pemenuhan kebutuhan hidup dan sarana pendukung menyebabkan kota ini jadi kota tujuan. Beragam etnis, agama, budaya, maupun tingkat pendidikan mewarnai kehidupan kota. Mereka bekerja di berbagai bidang mulai pertanian hingga pemerintahan.
Menjejakkan kaki di Kota ini, membuat kita tak percaya pada predikat yang dilontarkan orang luar bahwa Papua masih terbelakang. Justru sebaliknya, nuansa kemajuan sangat tampak di Kota ini. Ada hotel yang menjulang megah, pusat perbelanjaan, kafe dan restoran, kampus-kampus, rumah ibadah, tempat usaha dll. Tinggal bagaimana penduduknya lebih fokus untuk mengembangkan Kota Jayapura sebagai Pintu Gerbang Timur Indonesia.
Dirgahayu Hollandia, Dirgahayu Port Numbay, Dirgahayu Jayapura
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H