Pekan lalu rakyat Indonesia disuguhi dua tontonan seremonial berskala nasional. Kedua even yang diabadikan media tersebut adalah pesta pernikahan Raffi Ahmad dan Nagita Slavina (Gigi) serta pesta pelantikan Jokowi-JK sebagai Presiden dan Wakil Presiden baru Indonesia. Kedua pesta tersebut memiliki persamaan dan perbedaan yang layak dijadikan bahan pembelajaran.
Pro dan kontra sama-sama menyertai dinamika penyelenggaraan pesta Raffi dan Jokowi. Hal ini tidak berlebihan mengingat keduanya publik figur yang kerap muncul di layar kaca. Sikap pro dan kontra bervariasi bentuknya mulai dari yang rasional berbekal refleksi proporsional hingga sikap emosional yang berlatar kebencian personal. Semua ini menjadi kewajaran di tengah era keterbukaan informasi dankebebasan berekspesi. Hal terpenting adalah muara dari apapun sikap publik adalah perbaikan kondisi dan kedewasaan bangsa ke depan.
Refleksi Pesta Raffi
Pernikahan Raffi dan Gigi telah menghipnotis masyarakat melalui tanyangan salah satu TV swasta. Tanyangan tersebut mencakup serangkaian proses mulai dari siraman serta pengajian dan midodareni pada Kamis (16/10) hingga ijab qobul dan resepsi pada Jumat (17/10). Ijab qobul disaksikan langsung oleh Dahlan Iskan (Menteri BUMN) dan Ridwan Kamil (Walikota Bandung).
Satu hikmah positif yang dapat dipetik adalah kesuksesan Raffi di usianya yang masih muda mampu tampil menjadi publik figur. Seiring dengan kemajuan dan perkembangan zaman, bangsa ini menghadapi berbagai masalah terkait pemuda. Misalnya terkait pergaulan bebas, narkoba, minuman keras, kekerasan remaja, dan lainnya. Raffi berhasil memikat masyarakat melalui kemampuan aktingdi layar kaca meskipun banyak gosip miring yang mengikutinya.
Hal yang disayangkan khalayak umum adalah penayangan salah satu TV swasta yang berlebihan. Kritik banyak bermunculan dari berbagai kalangan. Puncaknya Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat melayangkan peringatan keras terhadap pihak yang menayangkan tersebut.
Tayangan tersebut dianggap telah dimanfaatkan bukan untuk kepentingan publik. Frekuensi menurut regulasiadalah milik publik yang harus dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kemaslahatan masyarakat banyak Banyak pihak menengarai penayangan tersebut dimanfaatkan dalam konteks bisnis pertelevisian menyangkut daya tarik iklan yang tinggi. KPI Pusat memutuskan, tindakan penayangan tersebut telah melanggar P3 KPI Tahun 2012 pasal 11 ayat (1) serta SPS KPI Tahun 2012 pasal 11 ayat (1). Berdasarkan pelanggaran tersebut, KPI Pusat memutuskan menjatuhkan sanksi administrasi Teguran Tertulis. Trans TV diminta untuk tidak menayangkan kembali dan tidak mengulangi kesalahan yang sama untuk tayangan sejenis atau tayangan sejenis lainnya
Refleksi Pesta Jokowi
Euforia kemenangan Jokowi-JK yang sempat tertunda meledak pada pesta rakyat pascapelantikan. Pesta rakyat diklaim pelaksanaannya murni dari Gabungan relawanJokowi-JK yang sudah terbentuk sejak Pilpres.
Pesta rakyat dengan tema 'Syukuran Salam 3 Jari' diselenggarakan untuk mengantarkan Jokowi-JK ke istana kepresidenan serta menunjukkan kedekatan sang pemimpin baru dengan rakyatnya. Puncak acara Pesta Rakyat dilaksanakan di Lapangan Monas.
Even ini menyedot banyak perhatian publik baik secara langsung maupun melalui tayangan media. Terdapat empat prosesi utama yang menjadi keunggulan pesta rakyat. Pertama, Jokowi-JK diarak dengan kereta kuda. Arak-arakan kirab diiringi berbagai kesenian, sepeti, Reog Ponorogo,marching band, dan lainnya.
Kedua, dibagikan makanan gratis sepanjang perjalanan. Menu makanan rakyat yang dibagikan antara lain bakso, siomay, dan ketoprak di sepanjang jalan melalui 870 gerobak. Ketiga, diselenggarakannya pentas rakyat dengan dua panggung konser di Monas. Jokowi diundang untuk konser bareng dengan berbagai jenis musik yang ditampilkan para artis dan musisi yang dikoordinasi Slank. Keempat, dilakukan prosesi pelepasan ribuan lampion.Konser ditutup dengan pelepasan 14.680 lampion ke udara. Lampion itu menandakan harapan rakyat untuk kepemimpinan Jokowi-JK mendatang.
Prosesi pesta rakyat dalam refleksi positif menunjukkan potensi kekuatan partisipasi publik dalam dinamika demokrasi. Kehadiran relawan ini jika dikelola dengan baik dapat menjadi modal positif bagi peningkatan partisipasi ke depan.Fenomena relawan menjadi tradisi baik bagi revitalisasi demokrasi Indonesia. Relawan idelnya hadir tanpa syarat dan murni memberikan dukungan. Kuncinya Jokowi dan PDIP benar-benar menunjukkan komitmen dan integritas menjaga independensi relawan dan mengelolanya tanpa transaksi dagang sapi.
Pesta rakyatjuga tidak luput dari kritik banyak kalangan. Perayaan pelantikan dengan tema pesta dinilai kurang tepat karena dominan unsur hura-hura. Pesta ini menjadi ekspresi euforia kemenangan Jokowi yang dianggap berlebihan dan melukai wong cilik. Kesahajaan Jokowi yang selama ini ditonjolkan justru dapat ternodai dengan even ini. Hal ini diyakini dapat menjadi blunder politik yang kontra produktif.
Disisi lain pesta rakyat dinilai dapat memancing kembali memanasnya bipolarisasi politik antara Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dan Koalisi Merah Putih (KMP). KMP secara manusiawi dapat tersinggung atas pesta rakyat yang dimaknai perayaan kemenangan. Kondisi ini dapat memberikan efek buruk bagi harmonisasi politik dan dukungan program Jokowi ke depan. Jokowi penting menetralisasi kondisi dan langsung menunjukkan gebrakan program dengan melupakan segala perayaan.
Segala dinamika senantiasa memberikan hikmah bagi siapa saja yang mampu berpikir dewasa. Rakyat Indonesia penting diajak untuk selalu mampu melakukan refleksi atas segala kondisi. Bagaimana dapat memetik hal positif serta menolak sisi negatif. Semua ini menjadi kunci penting menuju bangsa yang maju dan berperadaban tinggi. (*)
(Dimuat di Kolom Opini HARIAN BHIRAWA Edisi 30 Oktober 2014)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H