Dalam rangka mangayubagya HUT Ke-258 Kota Yogyakarta sekaligus memperingati Hari Habitat Sedunia di setiap hari Senin pertama bulan Oktober, berikut saya tampilkan kembali uneg-uneg sederhana saya. Tulisan ini juga pernah dimuat di KORAN MERAPI Edisi 4 September 2014:
Yogyakarta terus menerima otokritik terkait kualitas kenyamanan perkotaan yang semakin menurun. Bukti terbaru adalah gagalnya Kota Yogyakarta mempertahankan posisi teratas sebagai kota nyaman untuk ditinggali (Indonesian Most Livable City Index) tahun ini.
Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia (IAP) meliris daftar kota di Indonesia yang dianggap nyaman untuk ditinggali (Indonesian Most Livable City Index) tahun 2014 antara lain Balikpapan, Yogyakarta, Malang, Yogyakarta, Makasar, Palembang, dan Bandung. Hasil ini merupakan tamparan keras mengingat dalam dua periode sebelumnya Yogyakarta selalu menjadi juara.
Kota Yogyakarta penting segera berbenah dengan target selanjutnya dapat kembali menempati peringkat pertama. Jika perbaikan tidak terus dilakukan dan kalah dengan dinamika permasalahan, maka nasib kurang baik akan terus menimpa dan terus terpuruk.
Salah satu upaya perbaikan kualitas perkotaan adalah dengan revitalisasi, khususnya permukiman. Revitalisasi pada hakekatnya merupakan proses yang terintegrasi antara pemberdayaan kekuatan-kekuatan sosial, kekuatan-kekuatan ekonomi dan kekuatan-kekuatan lingkungan fisik dalam menunjang kehidupan masyarakat. Karakteristik suatu kawasan akan sangat menentukan konsep, strategi dan bentuk penanganan dalam revitalisasi (Yunus, 2006). Secara umum, revitalisasi dapat dilakukan secara vertikal maupun horisontal.
Revitalisasi Kota
Kota Yogyakarta sebagian besar sudah sarat muatan. Daya dukung lahan permukiman di Kawasan Perkotaan Yogyakarta berdasarkan penelitian Brontowiyono dan Lupiyanto (2014) menunjukkan terdapat 41 desa/kelurahan (60,60%) berkategori aman bersyarat dan 11 desa/kelurahan (16,67%) sudah defisit.
Salah satu penyikapan melalui revitalisasi vertikal adalah mengembangkan rumah susun. Prioritas penanganan dapat diarahkan pada kawasan-kawasan kumuh yang dapat diakses oleh kaum miskin kota.
Beberapa pertimbangan dalam memilih lokasi rumah susun dintaranya adalah tidak melanggar tata ruang (seperti bebas dari penetapan garis sempadan sungai), kemungkinan mendapat sinar matahari sangat besar, dekat dengan fasilitas umum lingkungan, serta mendapatkan nilai efisensi yang besar dalam penggunaan lahan.
Jenis rumah susun yang dapat dipilih antara lain rumah susun sistem sewa (rusunawa) atau rumah susun hak milik (rusunami). Rusunami lebih direkomendasikan, karena akan lebih optimal pencapaian misi perbaikan kawasan permukiman. Dengan rusunami, rumah-rumah yang semula didiami warga dapat dikembangkan sebagai ruang terbuka hijau (RTH) atau fungsi konservasi lain.
Guna mendukung revitalisasi vertikal perlu pula dilakukan revitalisasi horisontal, yakni dengan penataan lingkungan biofisik.