Mohon tunggu...
Ribut Achwandi
Ribut Achwandi Mohon Tunggu... Penyiar radio dan TV, Pendiri Yayasan Omah Sinau Sogan, Penulis dan Editor lepas

Penyuka hal-hal baru yang seru biar ada kesempatan untuk selalu belajar.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Batik: Deconstructive Javanese Art before Derrida

28 April 2025   03:48 Diperbarui: 28 April 2025   03:48 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kain batik (dokumen pribadi)

Thus, the art of Javanese batik was born from a Javanese tradition. Indeed, some say, if batik was originally born from the palace custom. However, it was actually born in the periphery of society. It became a kind of side activity of agrarian or maritime society. Then, it became an offering for the kings.

In my discernment, it is actually a deep message to the ruler. That, in exercising power, a king must act wisely when making decisions. He must understand what is the will of his people. This is also reflected in the diversity of batik motifs that are not the same. Each different community group has a different batik motif.

And, that is also what makes me call batik a work of art. Not just a craft object. I think it should be considered to include batik as an art object.

Pekalongan, 28 April 2025

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun