Mohon tunggu...
Ribut Achwandi
Ribut Achwandi Mohon Tunggu... Penulis - Penyiar radio dan TV, Pendiri Yayasan Omah Sinau Sogan, Penulis dan Editor lepas

Penyuka hal-hal baru yang seru biar ada kesempatan untuk selalu belajar.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Uttaradesa, 15 Abad

27 Januari 2025   17:38 Diperbarui: 27 Januari 2025   17:40 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Di bawah kebijaksanaan
Sri Maharani Mahissasuramardini Satyaputikeswara;
di dalam asrayamanggala
Maharaja Prabu Kertikeyasingha
yang wisesa;

negeri yang ditenteramkan
dersik angin uttarasagara,
negeri yang lapang menerima
siapa saja yang datang,
merupa jagatparahita; menjadi
labuh bagi banawa, lambu, palwa,
banyaga, baluk, phinisi, pun tambangan;
di dalamnya, puspa warna wangsa
menghayati kebersamaan, mendayacipta
santikarma di dalam pelukan
Kalingga Dharma Sastra yang
mengajarkan kesadaran
dan keluhuran budi pekerti
bagi terwujudnya keselarasan
samastabhuwana.

O, waramahisi, putri Hyang Syailendra
permaisuri agung nan berbudi mulia,
raras rasa membena namamu
dalam paramakandha.
Bicaramu lembut tetapi perbawa,
mengunjukkan keluasan pengetahuan,
kedalaman akal budi, sehingga
kau rumuskan tata laksana nagari
yang memumpun budaya tanah
dan budaya air mempertalikan
negeri-negeri seberang
pada gugus-gugus benua, hingga
menyemai cita-cita bersama rakyat
mencipta rasa adil bagi perdamaian
di dalam pergaulan dunia.

O, wiraprabhu wicaksana,
putra raja Sibuja
Maharaja Prabu Kertikeyasingha,
pinakasuraksa
sikap tegas kau unjukkan
makrti wiryadharaka anyabhumi
mangabhiwada ring nagari.
Begitu pun dharmayukti yang
engkau tegakkan, rahat mwangkrta,
swasti muwahsantika.

Perniagaan mendenyutkan amrtawirama,
dijiwai alam budaya yang sarwa punjung;
menjelma rupa alam pengetahuan
yang mahottama dijaga para empu
dan maharesi yang setia; mengalirlah
daya pada cipta, rasa, dan karsa;
menyalakan samskara;
menggelimantangkan paramasuteja,
tersiar pada dunia somyarupa
nagari ring Yawadipa,
mahapala nagari, uttunggaloka.

Inilah nagari swargawilakrama
rarab ring bhumi, araksaka paricaraka
lawan sura ya bhatari
inabhimantra maharesi,
prasasta kawindra.

Kini, lima belas abad lewat,
negeri itu mengarungi perjalanan panjang
berkereta gelombang, pasang dan surut
bertukar cakar; sesekali nyaris hempas
dirampas badai, kemudian naik
ke permukaan, berpayah-payah
menegak berdiri menumpu
pada kaki sendiri; sesekali gugup mendegup
berbimbang timbang mengawang bayang
luput menangkap isyarat, dijerat ikat
pukau mencekau mengelupas lampau
laksana pohon tua putus dari akar.

Negeri itu linglung.

Akan tetapi,
wahai cucu-cucu Kirathasingha
anak turun maharaja Santanu,
dewa-dewa mengutus para widyadhari
dalam hujan cahaya yang diberkati
pengetahuan; terlayang kepada
perempuan-perempuan, yang
tangan-tangan lembutnya memainkan
churika di atas helai-helai kain,
melukis tata dunia,
tata semesta, bhawana thika.

Dan, pada waktunya,
di abad ekawingsati
maneka warna citraleka itu
datang kepada kalian
sebagai kompas, pawanagati widhi
yang menuntun kepada titik permulaan,
wiwitan; wetan; timur;
tempat matahari terbit, arunodaya
tempat segala pengetahuan terlahir.

Maka, kembalilah! Bali. Waluy. Wantu.
Mulih mring purnapakerti.
Sudah saatnya. Sudah waktunya.
Tak bisa ditunda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun