Mohon tunggu...
Ribut Achwandi
Ribut Achwandi Mohon Tunggu... Penulis - Penyiar radio dan TV, Pendiri Yayasan Omah Sinau Sogan, Penulis dan Editor lepas

Penyuka hal-hal baru yang seru biar ada kesempatan untuk selalu belajar.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Mistismisme Cinta dalam Tari Sintren

20 Juni 2023   02:44 Diperbarui: 20 Juni 2023   14:19 419
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penari Sintren (sumber: kompas.com)

Kisah-kisah asmara yang melegenda rupanya tak semata-mata dialtarkan di dalam ingatan orang per orang. Akan tetapi, terkadang menjadi ingatan kolektif masyarakat tempat asal kisah itu. Kisah itu dikenang dan diceritakan berulang-ulang, diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Bahkan, dimonumenkan dalam beragam bentuk.

Seperti kisah Romeo-Juliet. Tak terhitung sudah kisah asmara dua sejoli itu diceritakan ulang, dihadirkan dalam berbagai media kisahan. Mulai dari naskah drama, novel, pementasan teater, tari-tarian, bahkan film. Kisah itu juga dimonumenkan dalam bentuk patung dan berbagai macam media baru.

Galibnya, kisah itu ulung betul merenangi lima samudra yang mengantarai pulau-pulau dan benua-benua di muka bumi ini. Sampai-sampai hampir seluruh masyarakat di segala penjuru dunia mengenal betul kisah yang pernah ditulis sastrawan Inggris, Williams Shakerpeare. Kisah itu meretas sekat teritorial, kultur, maupun kebangsaan. Padahal, kalau mau jujur, kisah asmara Romeo-Juliet adalah sebentuk kisah asmara yang konyol dan cengeng.

Konyol, karena akhir dari kisah itu ditandai dengan peristiwa kematian yang mula-mula hanya sebuah sandiwara. Juliet meminta kepada sang rahib untuk membuatnya seakan-akan mati, agar ia bisa dipertemukan dengan kekasihnya dan pergi jauh meninggalkan keluarga mereka yang tengah bertikai. Namun, rencana itu justru mengundang maut bagi kekasihnya, Romeo. 

Oleh karena tidak mengetahui rencana Juliet, Romeo menenggak racun yang dibikin sang rahib itu dengan dosis yang berlebihan. Alhasil, Romeo mati betulan. Rencana pelarian pun gagal. Juliet yang kemudian siuman dari mati surinya terkejut manakala menyadari bahwa kekasihnya mati. Lantas, ia memilih mati bersama kekasihnya yang tubuhnya tergolek di sampingnya.

Cengeng, karena kematian dalam kisah itu dipandang sebagai wujud kesetiaan. Seolah-olah tidak ada cara lain yang bisa mereka lakukan untuk memperjuangkan apa yang mereka yakini. Meski begitu, kisah ini cukuplah membuat air mata penikmat kisah asmara ini berderaian. Lalu, bagaimana dengan kisah-kisah asmara bangsa kita? Sekonyol itukah?

Di Jawa, khususnya di Kota Pekalongan, hiduplah sebuah kisah asmara yang melegenda. Kisah asmara antara Sulasih dan Sulanjana. Keduanya saling jatuh cinta. Akan tetapi, perasaan cinta mereka mesti dibenturkan pada dinding penyekat yang terlalu terjal dan tebal. 

Ayah sang pemuda tampan pujaan Sulasih tak memberikan restu atas hubungan mereka. Penyebabnya, perasaan terancam pamornya hilang hanya karena anak lelakinya mengawini seorang ledhek.

Singkat cerita, sepasang kekasih itu lantas dipisahkan oleh jarak. Ayah dari Sulanjana yang juga seorang pembesar di Pekalongan kala itu mengusir Sulanjana pergi jauh dari kotanya dan tidak mengizinkannya pulang kembali. Sementara, Sulasih yang hanya seorang gadis desa tak mungkin mampu menyusul kekasihnya. Ia hanya bisa pasrah pada nasib.

Menyaksikan kegundahan hati perempuan muda desa itu, Dewi Rantamsari, ibu dari Sulanjana bersiasat. Secara sembunyi-sembunyi, ia menawarkan bantuan kepada gadis desa itu agar selalu bisa bertemu dengan anaknya. Yaitu, dengan menari tarian ritual pemanggil roh yang kemudian disebut sebagai tari Sintren. Sulasih menurut saja. Apalagi ia masih sangat mencintai laki-laki tampan anak Tumenggung Bahureksa.

Lewat tarian ini percintaan antara Sulasih-Sulanjana dilangsungkan. Mereka dipertemukan di alam arwah. Hanya saja, mereka tidak dapat menjalani hubungan cinta sebagaimana wajarnya manusia. Walau begitu, Sulasih cukup merasakan kebahagiaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun