Mengenai hubungan konstruksi pikiran dengan bahasa bisa terjadi hubungan yang saling timbal balik. Di satu sisi, bahasa dibangun lewat konstruksi pikiran.Â
Di sisi lain, bahasa juga bisa menunjukkan konstruksi pikiran si pemakainya. Makanya, kata kawan saya, dalam mengenali alam pikiran itu dikenal pula istilah logika.
Secara sederhana, logika lantas diistilahkan sebagai cara pandang atau pikiran yang masuk akal. Tetapi, menurut kawan saya yang satu ini, pendefinisian yang demikian terlalu menyederhanakan. Sebab, untuk sampai pada pemahaman logika perlu penguraian yang sangat terperinci.Â
Apa yang bisa diterima akal? Apa itu akal? Bagaimana hubungan pikiran dengan akal? Dan seabrek pertanyaan yang berurutan akan menggeruduk dan mengejar jawaban sampai pada inti.
Tidak mudah sebenarnya untuk sampai pada pengertian logika. Apalagi jika kita ambil dari titik awal perjalanan sejarah logika yang merentang di dalam lajur ruang-waktu.Â
Namun, kalau diambil dari asal bahasanya, kata 'logika' diambil dari bahasa Yunani, 'logos' yang artinya hasil pertimbangan akal pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa, atau sederhananya perkataan sebagai manifestasi pikiran manusia. Jadi, kata kawan saya, logika ya tak jauh dari bahasa.
Lalu, di mana kedudukan matematika? Matematika, menurut kawan saya, mesti dilihat sebagai sesuatu yang kompleks. Sebab, matematika itu bahasa yang sangat simbolis.Â
Di dalam matematika yang muncul adalah simbol-simbol bahasa. Tetapi, susunannya tidak sebagaimana bahasa pada umumnya. Susunannya sangat ringkas, namun di balik ringkasnya susunan simbol-simbol itu terdapat banyak kemungkinan untuk membaca realitas.
Boleh jadi, susunan ringkas dalam rumus-rumus matematika semacam permainan simbol-simbol yang ingin menyampaikan gagasan-gagasan tentang sebuah realitas yang sangat sederhana tapi tak cukup dapat dikalimatkan melalui susunan kata-kata. Bahasa, dengan demikian, sangat terbatas. Tidak semua realitas di alam raya dapat diungkapkan lewat kata-kata.
Makanya, matematika hadir sebagai jembatan yang menghubungkan manusia dengan alam, antara unsur batin dengan unsur lahir. Ia menjadi alat pikiran, bahasa ilmu, tata cara pengetahuan, penyimpulan deduktif, sekaligus sebagai bahasa itu sendiri.
Sampai di sini, saya pusing. Lalu, saya meminta kawan saya memberikan penjelasan yang lebih sederhana dan sangat sederhana. Ia tak keberatan.