Dinginnya udara malam mulai masuk pada celah-celah jendela kamar. Aku terbaring di tempat tidurku mencoba memejamkan mata untuk berusaha membuat diriku tertidur. Entah mengapa malam ini aku sangat sulit untuk memejamkan mataku. Aku melihat disekelilingku lalu duduk disamping tempat tidurku. Mungkin minum teh hangat mampu membuatku tertidur, pikirku.
Aku segera keluar dari kamar dan menuju dapur, saat aku melihat ruang kerja papa, aku melihat papa yang sedang menekuni pekerjaannya di depan laptop. Aku terus mengamatinya selagi papa membelakangiku. Di umur papa yang ke 50 tahun, rambut hitamnya mulai ditumbuhi oleh uban. 25 tahun papa menghabiskan waktu untuk menafkahi anak dan istrinya.
Papa!!! dialah satu-satunya lelaki yang aku sayang di dunia ini. Sosok lelaki yang selalu kubanggakan, sosok papa yang sempurna di mataku. Ia mengajariku untuk bersikap sederhana. Tiba-tiba muncul dorongan untuk menghampirinya, memeluknya, mencium pipinya dan berkata "aku sayang papa" seumur hidup aku tidak pernah mengatakannya. Entah mengapa aku tidak pernah mampu mengatakan bahwa aku sangat menyayanginya. Mungkin karena aku malu untuk mengungkapkan rasa sayang aku kepada kedua orangtua ku. Sering kali kalimat itu ingin aku sampaikan tapi aku tidak sanggup untuk mengatakannya. Menyadari kehadiranku, Papa menoleh membalikkan badan dan tersenyum melihat anaknya berdiri di depan pintu ruang kerjanya. "Chiara, kenapa belum tidur?" tanya papa sambil melepaskan kacamatanya. Aku berjalan mendekatinya. "Papa kenapa belum tidur?" tanyaku sambil melirik layar laptopnya yang menampilkan slide-slide dari program powerpoint. "Papa sedang mempersiapkan bahan untuk persentasi besok pagi" kata papa sambil memijat lehernya. Dorongan hati untuk berkata "aku sayang papa" seakan ingin cepat-cepat aku katakan kepadanya. Aku membuka mulut dan memberanikan diri untuk mengucapkannya. "Pa, aku mau bilang.. aku.. aku.. aku.. aku ngantuk. Aku tidur dulu ya, Pa." Aku terkejut mendengar kalimat yang keluar dari mulutku sendiri, kalimat itu tidak sama dengan apa yang aku pikirkan. Lalu kulihat papa mengangguk dan aku pergi dari hadapannya.
Aku kembali ke kemarku dan menyesali ucapanku. Aku merasa kesal pada diriku sendiri. Dalam hati aku mempertanyakan rasa takutku. KENAPA TIDAK AKU KATAKAN ? DIA ITU PAPAKU, APA YANG SEBENARNYA AKU TAKUTKAN? ku lihat langit-langit kamar yang gelap dan berusaha menghibur diri dan mengatakan mungkin besok pagi aku mempunyai keberanian untuk mengatakannya. Iya! besok pagi sebelum papa berangkat kerja!
Pagi hari..
"Chiara bangun!" suara mama membangunkanku. "Chiara ayo bangun nanti kamu terlambat sekolah" setelah aku membuka mata, kulihat jam dinding pukul 06.00 oh tidak! aku kesiangan! Dengan cepat aku mempersiapkan diri untuk sekolah. Saat keluar kamar aku sempatkan untuk melihat papa diruangan kerjanya. Bersih! Tak ada orang disana! "Papa sudah berangkat, Ma?" tanyaku sambil mengambil roti coklat diatas meja makan. "Iya papa sudah berangkat jam 5 subuh tadi" jawab mama. "Jam 5?" tanyaku dengan kecewa. Mama mengangguk "hari ini papa ada meeting jam 07.30" Aku terdiam beberapa saat, merasa kecewa karena rencana semalamku gagal. "Ayo cepat nanti kamu terlambat" kata mama menghancurkan pikiranku. Aku menghabiskan sisa makananku dan pergi sekolah.
Saat pulang sekolah, dan tiba dirumah. "Mama.." sapaku manja. "Anak mama sudah pulang. Gimana tadi? kamu terlambat ya?" tanya mama sedikit khawatir. "Hampir terlambat ma, tapi untungnya aku bisa mengejar jalanan kota dengan cepat, jadi tidak terlambat hehe" jawabku dengan muka penuh kemenangan karena tidak terlambat. "Ya sudah ganti baju dulu habis itu makan, Mama mau mandi dulu." Ketika hendak ke kamar, tiba-tiba nada panggilan telepon mengagetkanku.
"Hallo" sapaku.
"Hallo, ka Shila?" suara tante Santi, adik papa diujung telepon.
"Bukan tante ini Chiara, Mama lagi mandi."
"Oh Chiara. Chiara kamu dirumah sama siapa?" tanya tante Santi dengan nada yang tidak seperti biasanya.