Mohon tunggu...
Ribka Ananda Sejati
Ribka Ananda Sejati Mohon Tunggu... Lainnya - Universitas Kristen Duta Wacana

Before was was was, was was is.

Selanjutnya

Tutup

Nature

Pencemaran Penyamakan Kulit di Sungai Gandong, Mungkinkah Dapat Berhenti?

19 Juni 2020   11:05 Diperbarui: 19 Juni 2020   11:08 389
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kondisi Sungai Gandong yang melintasi kota Magetan, Jawa Timur, semakin tahun semakin memprihatinkan. Padahal masyarakat sekitar Sungai Gandong sejak dulu sebenarnya bergantung kepada eksistensi sungai itu.

Tak dapat dipungkiri bahwa Magetan terkenal dengan kerajinan serta produksi kulit, namun setiap industri tidak akan pernah lepas oleh produk sampingannya, yaitu limbah. Pada dasarnya, sampah (limbah) sisa proses produksi lingkungan masyarakat yang terdiri atas zat organik dan non-organik pada akhirnya akan masuk ke badan air. Itu pula yang terjadi pada sungai Gandong.

Walaupun terdapat baku mutu lingkungan yang menjadi dasar kegiatan masyarakat dalam memanfaatkan alam, hal tersebut tidak menjamin dapat menghentikan pencemaran yang terus terjadi. Salah satu sumber pencemar yang dibuang secara langsung ke sungai Gandong berasal dari industri kulit dengan debit air limbah melimpah. Debit air limbah bahkan kadang-kadang melebihi kapasitas IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) yang tersedia.

Berdasarkan pemantauan kualitas air terpadu sejak beberapa tahun terakhir hingga 2018 yang dilakukan oleh BLH Provinsi Jawa Timur, Dinas Pengairan Provinsi Jawa Timur, Perum Jasa Tirta, maupun BLH Kabupaten/Kota, zat amonia dan residu padatan total yang tersuspensi dalam air merupakan dua pencemar yang telah melampaui ambang batas di daerah air sungai terdampak limbah penyamakan kulit.

Selain itu, masih terdapat senyawa lain pada limbah yang dibuang ke aliran Sungai Gandong, seperti krom sulfat dan bahan pengawet lainnya yang pada umumnya sudah menjadi bagian dari limbah cair dan padat proses penyamakan kulit.

Nilai produksi yang tinggi oleh jenis industri penyamakan kulit menjadikan aktivitas ini sangat berpengaruh terhadap keseimbangan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, terutama untuk kalangan tenaga kerja di industri terkait. Namun, sudahkah industri penyamakan kulit maupun pekerja menimbang risiko dampak yang ditimbulkan oleh polutan? Tidak hanya bagi lingkungan, tetapi juga terhadap kesehatan tenaga kerja.

Bau menyengat, menurunnya kualitas air, kematian ikan dan organisme lain di sekitar aliran sungai, dan efek gatal-gatal bagi pengguna air Sungai Gandong serta keluhan akibat gangguan kesehatan lain nyatanya dapat ditimbulkan, baik dalam jangka waktu paparan pendek dan panjang.

Amonia dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui berbagai jalur, yakni oral, kulit yang bersentuhan langsung, inhalasi, ataupun melalui mata. Menghirup gas amonia mampu mengganggu kerja saluran pernapasan dan merusaknya dengan efek pembengkakan saluran pernapasan. Hal ini akan mengakibatkan sesak napas hingga pendarahan.

Sama halnya dengan kromium yang dalam jangka panjang dapat mengakibatkan iritasi paru-paru dan iritasi kronis lain. Bagi lingkungan sendiri, TSS (Total Suspended Solid) menyebabkan pengeruhan air, berefek langsung terhadap terhalangnya sinar matahari, disusul dengan defisiensi kandungan oksigen terlarut dalam air. Kematian makhluk hidup yang tinggal di sepanjang aliran air Sungai Gandong adalah risiko terburuk dari kurangnya oksigen terlarut.

Sumbangan polutan hasil penyamakan kulit tidak akan berhenti mengingat betapa pentingnya produk kerajinan kulit terhadap perekonomian daerah. Akan tetapi, tidak ada masalah tanpa jalan keluar. Sumber polutan boleh ada, tetapi pengelolaan yang benar akan meminimalisasi dampak negatif.

Oleh sebab itu, meninjau dari beberapa segi, diperlukan perbaikan dan pengembangan manajemen pengelolaan limbah oleh industri-industri yang menggantungkan pembuangan limbahnya ke badan air atau bahkan mengganti pola produksi yang diharapkan mampu mengurangi beban pencemar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun