Presiden SBY beberapa hari lalu dituding oleh sementara pihak berbohong.Ini bermula ketika pada tanggal 10 Januari ada kritik keras dari mantan presiden Megawati dalam HUT PDIP dan pernyataan politik tokoh lintas agama dalam rangka pencanangan Tahun Perlawanan Terhadap Kebohongan.Kritik itu tentang berbagai kegagalan dan kekurangan pemerintah yang oleh Megawati dikatakan sebagai akibat pemerintah hanya fokus pada pencitraan sedang oleh para tokoh lintas agama itu dikemukakan sebagai 18 kebohongan.
Dua peristiwa ini dijadikan bahan editorial oleh Media Indonesia tanggal 13 Januari dengan judulHanya Gayus Boleh Berbohong yang lalu menggelinding menjadi bola panas politik.Pemerintah bereaksi dengan rapat terbatas di istana dan konferensi pers Menko Polkam serta reaksi langsung Presiden SBY.Terlepas dari kebenaran substansi apakah Presiden SBY bohong atau tidak terhadap data dan informasi yang disebutkan, karena sudah merugikan kita semua maka perlu kita tinjau dari sudut pandang perilaku manajerial mereka yang terlibat.
Pertama, ada dan gencarnya kritik sudah pasti karena ada penyebabnya.Megawati sebagai seorang ketua partai oposisi tentu sudah wajar melakukan itu sebagai suatu topik pada perayaan ulang tahun partainya.Yang kita sayangkan kritik pedas itu apakah sebanding dengan kinerjanya sendiri dulu ketika memegang tampuk pemerintahan? Mestinya, selain secara teknis perlu pertimbangan etis dalam penyampaiannya.
Pertimbangan yang sama seyogyanya jadi perhatian para tokoh lintas agama itu.Kita yakin, sebelum menyampaikan pernyataan mereka sudah melakukan pembahasan yang matang atas masalah-masalah yang demikian berat dan penting sementara solusinya belum terlihat atau bahkan dijadikan angin surga sehingga dikatakan sebagai kebohongan.Akan tetapi apakah sebelumnya sudah diupayakan untuk menjumpai langsung Presiden SBY atau jalur formalnya atau kenapa tidak disampaikan secara tertulis atau tertutup terlebih dahulu, sebagai penghargaan terhadap seorang presiden yang padanya juga melekat citra negara kita?
Kedua, baik menko maupun presiden menanggapi kritik itu bahwa pemerintah tidak pernah bermaksud bohong dan bahkan menyampaikan bahwa data, informasi, dan indikator-indikator yang dikemukakan selalu yang dikeluarkan secara resmi oleh instansi resmi yang berwenang.Secara normatif tentu benar namun sebelum dikutip dalam penjelasan resmi hal ini masih perlu diperiksa silang dengan kenyataan di lapangan, apalagi jika ada pihak memberikan data yang berbeda dengan yang dilaporkan oleh under-ordinate kepresidenan. Seyogyanya penanganan (PR) public relation lebih diefektifkan sehingga jika ada kesalahan maka pejabat yang lebih tinggi masih sempat mengoreksi. Kita semua harus husnuzhon terhadap mereka yang mengeritik dan bisa berlapang dada serta bersikap terbuka terhadap kekurangan karena semata-mata berorientasi pada kebaikan.
Ketiga, untuk memastikan itu, sistem pelaporan yang ada harus ditingkatkan atau jika belum ada yang baik, benar, komprehensif, dan reliabel maka seyogyanya dibangun sistemnya.Ia haruslah handal, maju, akuntabel, valid, dan dikelola oleh orang-orang yang memiliki integritas yang tidak akan bohong.Dengan demikian terhindar dari laporan yang ABS atau tidak tepat isi dan waktu sehingga apa yang dikemukakan presiden dan para petinggi negara baik dan dapat dipertanggungjawabkan.Namun jika betul tidak performed (kinerja, verbal, dan public relation), lebih baik secara jantan kita akui dan perbaiki bersama supaya tak ada dusta di antara kita.
Semoga Allah mengampuni kita semua dan memberikan kita kekuatan untuk tetap dapat berkarya bahu membahu demi kemajuan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H