Bapak DR M. Quraish Shihab (sumber: koran.republika.co.id)
Cukup beralasan kalau muncul pertanyaan itu di tengah hebohnya perpecahan koalisi partai yang akan berbuntut pada reshuffle.Koran Republika 6 Maret 2011 di halaman A9 memampangkan sebuah judul tulisan: Pesan Untuk Kepala Negara.Tulisan oleh Susie Evidia Y itu merupakan resensi buku Bapak M. Quraish Shihab yang baru diluncurkan tanggal 23 Februari 2011, berjudul Membumikan Al-Quran Jilid 2: Memfungsikan Wahyu Dalam Kehidupan.
Kebanyakan kita tentu sudah mengenal Bapak M. Quraish Shihab, seorang ulama yang sudah berhasil menulis Tafsir Al-Misbah dan banyak buku sehingga kualitas intelektual dan kontemplasinya tidak diragukan lagi.Yang menarik dan relevan untuk dikutip disini dari resensi itu adalah bagaimana pandangan Islam tentang jabatan dan bagaimana menjalankannya, yaitu sebagai berikut (dengan editing seperlunya):
“Islam mengingatkan bahwa jabatan atau kedudukan bukan keistimewaan, melainkan tanggungjawab.Bukan pula fasilitas, melainkan pengorbanan.Bukan untuk berleha-leha, melainkan bekerja keras. Kedudukan yang diraih bukan untuk sewenang-wenang, melainkan kewajiban utamanya melayani.
Rasulullah SAW telah mengingatkan bahwa jabatan adalah amanah yang akan menjadi kenistaan dan penyesalan di hari kemudian, kecuali yang menerimanya dengan hak serta menunaikannya dengan baik.Pesan ini ditujukan kepada semua pemimpin dari tingkat terendah hingga pucuk pimpinan,dari pejabat swasta, pengabdi negara, di daerah maupun pusat.
Sudahkah para pejabat di negeri ini memegang amanah yang disampaikan Rasulullah?Jika para pejabat malah berbangga diri, tidak amanah, menghamburkan uang, dan menelantarkan masyarakat atau pekerjaannya, celakalah.Tidak ada kata terlambat untuk berbenah diri dan bertobat untuk menghindarkan diri dari kenistaan di akhirat nanti.”
Menurut penulis resensi, pesan penting ini ditujukan sang penulis buku untuk kepada kepala Negara yang bagaikan kalbu dari keseluruhan anggota badan.Aktivitas menjadi baik jika kalbunya baik, masyarakat suatu negara menjadi baik makrena kepala negaranya baik.Kepala negara yang benar sebagai kekuatan bagi yang lemah, tempat berlindung yang takut, dan mencari keadilan yang teraniaya.Ia melindungi si lemah agar haknya tidak dirampas yang kuat, juga tidak membiarkan si miskin tidak berdaya.
“Kepala Negara pun harus memberikan rasa aman dan adil bagi seluruh rakyat, tanpa terkecuali.Walaupun mereka bukan pemilihnya, berbeda keyakinan, suku, dan lainnya harus tetap dilindungi, sesuai Firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 126 dan Al-Maidah ayat 8.
Selanjutnya, untuk memilih pembantu kepala Negara diingatkan tentang sabda Rasulullah: Siapa yang menetapkan seseorang untuk jabatan padahal dia mengetahui ada yang lebih baik darinya, maka dia telah mengkhianati Allah, Rasul, dan amanat kaum Muslim.
Oleh karena itu jangan sekali-kali menjadikan pertimbangan utama pengangkatan mereka (pembantu kepala Negara) karena kedekatan pribadi.Jangan pula karena loyalitas kepada Anda karena kedua hal ini pangkal kehancuran Anda dan masyarakat.”
Dalam suasana akan ada reshuffle ini, bisa saja kandungan buku ini dipersepsikan sebagai pesan Quraish Shihab kepada Kepala Negara.Yang jelas, isinya bernas dan penting bagi siapa saja karena pada hakekatnya semua kita adalah pemimpin.Semoga penulis buku, kepala Negara, penulis resensi, dan kita semua yang bisa menerapkannya dengan baik terhindar dari kenistaan dan senantiasa mendapat bimbingan dan rahmat Allah Swt dalam upaya meningkatkan kesejahteraan awam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H