Ahmadiyah sampai hari ini belum tamat di bumi pertiwi ini.Meskipun sudah menimbulkan masalah sejak puluhan tahun yang lalu dan bulan Februari lalu di Cikeusik, pemerintah (pusat) belum mengambil keputusan secara tegas untuk membubarkan atau melarangnya.Akibatnya pemerintah daerah telah terlibatkan dalam masalah yang sebenarnya bukan domain mereka.
Sampai tulisan ini dibuat, telah ada dua gubernur dan beberapa bupati yang berinisiatif untuk melarang Ahmadiyah di daerah masing-masing.Dalam hal ini Mendagri hanya mengingatkan agar aturan daerah yang dibuat tidak bertentangan dengan SKB tentang Ahmadiyah, tanpa merasa jengah pada jajaran yang dikordinirnya yang telah lebih berani melangkah. Setelah didatangi ormas yang menyampaikan masukan, pemerintah memberikan tanggapan bahwa akan melakukan hal-hal yang perlu.
Keterlambatan pemerintah ini mestinya tidak perlu terjadi karena akan merugikan pencitraan yang sedang kurang favorable. Kita bisa mengerti bahwa pemerintah harus berhati-hati dalam mengambil kebijakan, akan tetapi hal ini tentu harus menjadi prioritas dan tidak boleh sampai berlarut-larut.Sebagai pelindung kepentingan masyarakat, termasuk ketentraman beragama, mestinya mengambil berat penyelesaian yang paling bijak dan sesedikit mungkin korban.
Belajar dari Negara lain dalam kasus lain, Indonesia mestinya harus berani bersikap mandiri.Kepentingan dalam negeri yang harus lebih diutamakan tanpa dipengaruhi oleh kepentingan atau intervensi asing. Sebagai negara berdaulat kita mestinya bisa mengelola masalah kita sendiri dengan maksimal, sebagai bagian dari cara menepis prasangka bahwa kita berada di bawah ketiak asing tertentu.Dengan demikian citra positif secara otomatis akan bertambah kuat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H