Mohon tunggu...
Feizal Karim
Feizal Karim Mohon Tunggu... -

PNS, Menikah/4 anak, S2 Teknik, Suka menulis, Mengisi kolom tetap Makna setiap hari Rabu di Harian Riau Pos. Kunjungi saya di blog http://riau2020.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Dialog Dengan Seorang Bintang (2): Kekerasan Milik Siapa?

19 Februari 2011   07:58 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:28 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bulutangkis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Vladislav Vasnetsov

Setelah pada bagian pertama berdialog tentang hal-hal yang mendasar dalam lingkup keyakinan, dialog saya dengan sang bintang berlanjut pada perilaku kekerasan itu yang dijadikan bagian 2 supaya tidak terlalu panjang.Dimulai dengan sebuah pertanyaan baru dari Bintang, sebagai berikut:

B: Bagaimana dengan organisasi yang mengatasnamakan Islam tapi melakukan perbuatan biadab yang bertentangan dengan ajaran Islam. Bukankah ini penistaan yang luar biasa terhadap agama Islam?

F: Berbeda dengan sinkritisme yang menganggap semua agama benar, para penganut agama apapun yang baik wajib yakin bahwa ajaran agamanya adalah yang paling benar supaya dia termasuk beriman pada agamanya. Karena itu suatu hal wajar ada perbedaan bahkan pertentangan nilai-nilai atau kepercayaan sebagaimana yang dilindungi secara asasi, baik lokal maupun universal. Yang mengganggu adalah ketika ada orang yang secara vulgar terang-terangan masuk wilayah penganut lain. Dia membuat propaganda yang menghina, membelokkan, mencela, dll agama orang lain dan dilakukan serta disebarkan secara terbuka bukan kepada kaumnya yang seiman tapi kepada orang lain. Kalau dari pandangan ekstrim, ini bisa dianggap memerangi, sementara saya berpendapat cukup dilarang atau jika bandel adili secara hukum.

Ketika hukum tidak melindungi, terbuka lah pintu pada mereka yang tidak sabar untuk bergerak (baca: membela karena yang berwajib tidak melakukan tugas sebagaimana yang seharusnya), yang mestinya tetap persuasif dan dalam domain hukum dulu. Mungkin kita sepakat, dalam hal terakhir inilah peran yang harus ditingkatkan para ulama, cendekia, advokat Islam sebagai kontribusi pada kesejahteraan bangsa.

B: Secara habblumminAllah kita wajib yakin bos, tapi secara hablumminannas kita wajib menghormati keyakinan orang lain terhadap agamanya yang berbeda, bahkan mungkin berseberangan. Sebetulnya secara teologis dulu kaum Nasrani memandang Islam seperti banyak orang Islam kini melihat Ahmadyah. Umat Katolik juga melihat hal yang serupa pada penganut Protestan. Tapi kan tidak memaksa negara melarang mereka berdakwah, apalagi melakukan penyerangan fisik.

F: Saya sejak tadi juga tidak membenarkan perilaku yang menyerang secara fisik itu karena dalam Al-Quran tidak demikian petunjuknya. Nabi SAW di Madinah dulu juga tetap bermuammalah dengan kaum Yahudi dan Nasrani, bahkan melindungi mereka ketika diserang orang Quraish dan sekali gus mengajak bahu membahu untuk menjaga kota Madinah.

Antara Katholik dan Protestan, mereka memakai ciri perbedaan yang klir dan di antara mereka terjadi juga friksi, bahkan konflik dengan kekerasan seperti yang kita baca dalam sejarah dan "hari ini" masih juga terjadi hal yang sama di Irlandia Utara (tambahan, pen.: juga di Basque Spanyol, Urumqi Cina, Sekutu pada Civil Iraq dan Afganistan, Yahudi perampas lahan di Palestina, dsb.). Kalau ada yang berdakwah pada ummatnya masing-masing, bagus-bagus aja supaya makin kuat saling pengertian antar-agama, bukan untuk menista agama orang lain, apalagi secara terang-terangan, terbuka, dan provokatif. Mungkin perlu juga dikemukakan, dalam pemahaman saya menista itu adalah mengutip dan mengaplikasikan suatu prinsip agama orang lain secara salah sehingga dia membuka dengan selera dan pikirannya sendiri keburukan agama orang lain untuk mempengaruhi pengikut agama orang lain itu pindah ke agamanya. Jadi main curang...

Kalau memang merasa benar, para agamawan yang kompeten dari kedua belah pihak kenapa tidak melakukan dialog dengan kepala dingin dan berargumentasi dengan sebaik-baiknya? Saya yakin, kalau ingin mencari kebenaran dogma, tentu ini ide sangat menarik dan bermanfaat. Kalau pun tidak, kan masih bisa untuk menjelaskan posisi masing-masing yang kalau perlu dijadikan komitmen sehingga bisa tidak saling mengganggu. Kalau paradigmanya adalah tetap mau masuk kandang orang, maka hal ini tdk akan pernah habis-habisnya. Supaya bisa memotong vicious circle itu, diharapkan pemerintah lah yang bisa berperan sebagai pengatur dan pelindung bangsa ini (seperti yang sudah dilakukan di banyak negara lain!!!).

Wah terima kasih ni, saya jadi ada kesempatan mengintegrasikan pemahaman saya karena pertanyaan2 dan pernyataan sampeyan, bro....

(dilanjutkan ke bagian 3)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun