Mohon tunggu...
Feizal Karim
Feizal Karim Mohon Tunggu... -

PNS, Menikah/4 anak, S2 Teknik, Suka menulis, Mengisi kolom tetap Makna setiap hari Rabu di Harian Riau Pos. Kunjungi saya di blog http://riau2020.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menipu Penipu

2 Februari 2011   02:38 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:58 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menipu atau tertipu mungkin pernah berlaku pada diri kita dengan kadar atau alasan tertentu. Pada dasarnya menipu adalah perbuatan tercela tapi bagaimana dengan menipu seorang penipu?

Diberitakan bahwa di Bandara Sukarno-Hatta telah ditangkap para penipu yang mangsanya dihipnotis setelah ditawarkan jam Rolex yang akan dijual murah. Ini mengingatkan saya pada pengalaman lama jumpa orang dengan modus yang mirip dengan yang diberitakan itu.

Akhir 1980an ketika kursus di Yogya, saya dengan seorang kawan minggu pagi jalan2 di Malioboro. Dekat pasar Beringharjo, ketika kami agak terpisah beberap meter, tiba-tiba seorang lelaki sekitar 25 tahun menyapa dengan logat Melayu dan menanyakan dimana ada bank yang buka pagi-pagi hari Minggu itu. Katanya dia anak kapal yang merapat di Semarang dan kehabisan uang. Karena saya jawab tidak ada bank yang buka (waktu itu ATM masih jarang), dia lalu menawarkan jam Rolex yang dipakainya.

Penawaran itu agak mengagetkan karena ketika itu barang-barang palsu atau KW belum lazim. Namun dengan semangat kemelayuan, saya tanggapi juga dan setelah mencermati ketidakhalusan jam itu maka minat langsung hilang dan mulai waspada. Setelah saya kembalikan kawan saya menyampiri sehingga jam itu lalu ditawarkan lelaki itu padanya.

Kawan saya yang kurang jeli rupanya tertarik dan mulai bertanya harga. Upaya saya mencegah dengan sandi dan kata-kata "ga ngaruh" sehingga lelaki itu mengajak kawan saya berunding di sebuah warung kopi dan kami minum teh botol. Bisa jadi kawan saya dihipnotis sehingga mau melihatkan uang di dompetnya dan karena kurang jeli, ia sampai mau melepas cincinnya untuk dilihat si lelaki yang ketika itu sudah ada seorang lelaki lain sebaya di sebelahnya. Lelaki yang kedua itu memberi kesan lebih berminat pada jam yang ditawarkan dengan cara mengeluarkan segepok uang yang masih tersusun rapi (mungkin juga lapis yang di tengahnya kertas!).

Karena makin kawatir kalau-kalau mereka ramai di sekitar situ, saya dengan jelas bilang pada teman mau pergi ke boks telepon (belum ada HP bo!). Di samping untuk sekedar bikin move, juga karena tidak mau membayarkan minuman kedua penipu itu. Belum jauh dari warung itu, entah apa yang terjadi, kedua lelaki itu bubar secara terpisah dan saya amati ada beberapa lelaki lain lagi yang memperhatikan saya dari jauh.

Syukurnya kawan saya dan barang-barangnya aman. Ketika saya tanya, siapa yang bayar minum, orang itu jawab kawan saya. Walaupun bukan untuk ditiru, tapi kita memang harus senantiasa waspada dan jeli. Mudah-mudahan dosa saya diampuni tapi itulah pengalaman saya menipu penipu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun