Persatuan dan Kesatuan Perjuangan Kaum Perempuan Indonesia
Semangat perempuan Indonesia dalam perjuangan menuju kemerdekaan dan pembangunan bangsa dulunya melahirkan suatu peringatan Hari Nasional yang ditetapkan pada tangal 22 Desember sebagai Hari Ibu, melalui Dekrit Presiden Nomor 316 Tahun 1959 yang ditetpkan oleh Presiden Soekarno. Tanggal 22 Desember dipilih untuk mengenang diselenggarakannya Kongres Perempuan pertama, 31 tahun sebelumnya, yakni tahun 1928 di gedeung yang kemudian dikenal sebagai Mandalabhakti Wanitama di Jalan Adisucipto, Yogyakarta.
Peristiwa itu dianggap sebagai salah satu tonggak penting sejarah perjuangan kaum perempuan Indonesia. Pada tanggal bersejarah tersebut para pemimpin organisasi perempuan dari berbagai wilayah se-Nusantara berkumpul menyatukan pikiran dan semangat untuk berjuang menuju kemerdekaan dan perbaikan nasib kaum perempuan. Namun, Hari Ibu saat ini tidak banyak diperingati sebagai hari untuk meningat perjuangan kaum perempuan dulunya, tetapi lebih kepada perean seorang ibu sebagai yang telah melahirkan dan menyusui, sebagai pengasuh anak, sumber kasih sayang, pemandu urusan domestik dan pendamping suami.
Aku Sayang Ibu
“Aku sayang ibu” menjadi kata-kata yang sering diucapkan ketika Hari Ibu tiba. Tidak ada yang salah memang dengan kata-kata tersebut, hanya saja memang saat ini banyak orang yang berfikir Hari Ibu adalah hari untuk memperingati sosok perempuan yang telah melahirkan, menyusui, sebagai pengasuh anak, sumber kasih sayang, pemandu urusan domestik dan pendamping suami. Hal ini bisa kita lihat dalam beberapa karya Desain Komunikasi Visual yang dibuat untuk memperingati Hari Ibu, seperti beberapa iklan di televisi dan poster banyak yang lebih menunjukkan bagaimana rasa cinta atau kasih sayang seorang ibu yang tidak akan pernah lupa atau meninggalkan anaknya.
Sebagai salah satu contoh karya Desain Komunikasi Visual, berupa karya poster berukuran A3 dengan judul “Aku Sayang Ibu” yang telah dibuat oleh Puspita Dewi Kinasih Fae. Dimuli dari headline bertanda kutip dengan beberapa huruf yang dituliskan secar berlawanan dengan huruf lainnya, terangkai sebuah headline yang bertuliskan “..Satu-Satu Aku Sayang Ibu..”. Mungkin, sudah tidak asing lagi bagi kita untuk mendengar atau membaca kata-kata itu. Satu-satu aku sayang ibu adalah sebagian dari lirik sebuah lagu anak-anak dengan judul “Sayang Semuanya” yang diciptakan oleh Sandiyah Soerjono atau lebih kita kenal dengan nama Bu Kasur.
Mengapa “Satu-satu Aku Sayang Ibu”? Mengapa ungkapan sayang pertama harus ditujukan kepada seorang ibu? Seperti yang telah disampaikan diatas, Ibu adalah orang yang dipercaya oleh Tuhan sebagai seseorang yang dapat menganndung, melahirkan, menyusui dan merawat anak. Seorang ibu rela mengandung selama sembilan bulan bahkan saat proses melahirkan dia rela untuk mengorbankan nyawanya demi terlahir seorang manusia dari dalam rahimnya ke dunia ini. Perjuangan Ibu pun tidak hanya berhenti disitu, ibu masih memiliki tanggung jawab untuk menyusui, merawat dan membesarkan anaknya. Bahkan terkadang untuk kepentingannya sendiri pun rela dia pinggirkan terlebih dahulu demi mendahulukan kepentingan atau kebutuhan anaknya.
Tapi apakah seorang ayah tidak seperti itu? Apakah seorang ayah tidak ikut mengurus, merawat atau mengasuh anaknya di rumah? Bukan seperti itu, ayah tetap berperan dan peran seorang ayah juga dibutuhkan dalam sebuah keluarga, hanya saja ayah memiliki peran yang berbeda, ayah tetap merawat anaknya, namun, ayah juga memiliki tanggung jawab di luar untuk bekerja mencari nafkah. Karena perbedaan intensitas waktu kedekatan tersebut, dapat menyebabkan bagimana seorang anak memiliki kedekatan yang berbeda antara ibu dan ayah. Kasih sayang terhadap ibu bukan hanya dipengaruhi oleh kedekatan antara anak dan ibu yang lebih sering dibandingkan dengan ayah. Tetapi juga sudah dijelaskan dalam sebuah hadist :
Dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, belia berkata, “Seseorang datang kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi,’ Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Kemudian ayahmu.'” (HR. Bukhari no. 5971 dan Muslim no. 2548)
Imam Al-Qurthubi menjelaskan, “Hadits tersebut menunjukkan bahwa kecintaan dan kasih sayang terhadap seorang ibu, harus tiga kali lipat besarnya dibandingkan terhadap seorang ayah. Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menyebutkan kata ibu sebanyak tiga kali, sementara kata ayah hanya satu kali. Bila hal itu sudah kita mengerti, realitas lain bisa menguatkan pengertian tersebut. Karena kesulitan dalammenghadapi masa hamil, kesulitan ketikamelahirkan, dan kesulitan pada saat menyusui dan merawat anak, hanya dialami oleh seorang ibu. Ketiga bentuk kehormatan itu hanya dimiliki oleh seorang ibu, seorang ayah tidak memilikinya.
Ibu menjadi orang pertama yang selalu berada di sisi kita, baik pada saat kita bahagia maupun sedang dalam kesusahan. Seperti yang digambarkan oleh Fae pada ilustrasi poster yang telah dibuatnya, terlihat seorang ibu dan anak ysng sedang berada di sebuah tempat seperti area berlumpur yang memantulkan bayangan seorang ibu dan seorang anak serta beberapa tanaman seperti rumput. Ilustrasi anak digambarkan berdiri di sebelah kiri ibu dengan kepala yang sedang menunduk, kemudian seorang ibu diilustrasikan sedang berdiri membungkuk di sebelah kanan anaknya sambil kedua tangannya memegang tangan kanan anaknya dan kepala yang mengarah ke arah wajah anaknya. Ilustrasi ibu digambarkan seperti sedang berkomunikasi dengan sang anak terlihat dari bagaimana arah wajah dari sang ibu dan genggaman kedua tangan ibu tersebut seperti sedang meyakinkan sesuatu kepada anaknya.