Mohon tunggu...
Fajriyah Ramadhani
Fajriyah Ramadhani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa ekonomi syari'ah UIN khas Jember

orang cerdas belajar dari apapun dan siapapun, orang rata-rata belajar dari pengalaman, orang stupid sudah punya semua jawabannya.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Agama Digital "Cyber Religion", Fenomena Agama Hanya Dalam Genggaman Tangan

1 November 2024   20:10 Diperbarui: 1 November 2024   19:05 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di Era Milenia dewasa ini tantangan dakwah semakin komplek. Teknologi komunikasi semakin melangit menembus batas ruang dan waktu menciptakan masyarakat modern yang semakin haus informasi. Dunia maya (Cyber) hadir sebagai solusi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat modern tersebut. Dengan hadirnya media online (Cyber) masyarakat begitu dimanjakan dengan semua fasilitas yang serba instan. Kini kendali ada di ujung jari, hanya dengan klik seluruh informasi yang dibutuhkan dapat diakses dengan mudah dan cepat. Tidak hanya itu saja, semua keperluan sehari-hari seperti makanan, minuman, pakaian serta kebutuhan lainnya juga dapat diperoleh dengan mudah. Istilah-istilah elektronik kini semakin akrab dengan masyarakat dan mulai perlahan menggeser transaksi-transaksi manual misalnya e-toll,e-money,e-banking e-books, e-ktp dan lain sebaginya. Dalam bidang keagamaan juga ada al-qur'an digital,tasbih digital, kiblat digital dan lai-lain.

Cyber religion adalah praktik keagamaan yang dilakukan melalui media digital, seperti internet, media sosial, dan aplikasi mobile. Fenomena ini juga dikenal sebagai agama digital. Cyber religion dapat diartikan sebagai pengetahuan tentang agama yang disebarluaskan melalui dunia maya. Fenomena ini dapat menyebabkan beralihnya fungsi guru spiritual yang digantikan oleh sosok virtual.

Cyber religion dapat didefinisikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan agama yang disajikan di dunia maya atau dunia online. Dengan kata lain Cyber Religion merupakan pengetahuan tentang agama yang disebarkan luaskan melalui media online atau dunia maya ke seluruh pelosok dunia tanpa batas ruang dan waktu. Istilah "Cyber religion" pertama kali muncul pada pertengahan 1990-an. Saat itu, sebagian besar ilmuwan mulai mendokumentasikan bagaimana kelompok agama memindahkan ibadah mereka secara daring dan bagaimana ritual keagamaan dilakukan.

Kini masyarakat tengah dimabuk media, dimana media begitu dielu-elukan. Real Religion dipertaruhkan, tergeser dan bahkan tergantikan oleh Cyber Religion yang dianggap modern. Jika diperhatikan hanya beberapa majlis taklim yang masih berjalan sisanya sudah bubar jalan. Sungguh memprihatinkan, saat guru tidak lagi digugu dan ditiru. Di mana ulama tidak lagi dihormati dan dipercayai. Maraknya dunia online memaksa para aktivis dakwah turun tangan, mengambil bagian dan ikut andil di dalamnnya. Jika tidak maka akan tertinggal dan tergerus oleh zaman. Cyber religion kemudian muncul dalam rangka mengimbangi dan memanfatkan teknologi tersebut. Kini bukan hanya tontonan yang dapat kita akses, akan tetapi tuntunan (agama) juga dapat dengan mudah dipelajari melaui media online mulai dari pembahasan teori keagamaan (fiqih dan tafsir) sampai pada praktek ibadah dan metode membaca al-qur'an tersaji lengkap dengan gambar dan tutorial.

Hadirnya cyber religion merupakan kontribusi dari para penggiat agama, alim ulama/kyai, para akademisi atau aktivis dakwah sebagai penyeimbang kemajuan teknologi komunikasi digital dewasa ini yang semakin maju. Islam sebagai rahmatan lil'alamin seyogyanya mampu menjadi solusi kehidupan beragama. Dalam konteks ini islam hadir sebagai aktifitas dakwah shalih li kuli zaman wa makan. Adapun pelaksanaanya dapat menggunakan beberapa metode antara lain; metode tabligh, isyad, tadzbir, takwir/tamkin. Dengan kata lain cyber religion menjawab tantangan masyarakat digital untuk pemenuhan kebutuhan spiritualitas (rohani). Harapannya adalah mayarakat akan lebih mudah belajar agama dimanapun mereka berada, di rumah, dikantor, maupun dalam perjalanan. Jadi tidak ada alasan lagi mereka tidak mengerti agama karena malas berangkat ke majlis ilmu, pengajian atau belajar di madrasah maupun pondok pesantren. Era masyarakat digital sebagai sebuah tantangan para aktivis dakwah tidak dapat dibendung lagi. Cara mengahadapi mereka yaitu salah satunya dengan mengubah pola komunikasi nyata menjadi virtual, memulai menyebarkan syiar islam (dakwah gitital) yang dapat menembus ruang dan waktu, merubah cyber culture yang komplek menjadi cyber culture praktis. 

Di dunia cyber, hal-hal yang berkaitan dengan kepercayaan dan bersifat sakral sangat mudah didapat. Misalnya kata 'Allah', jika kita memasukkan kata tersebut ke mesin pencari seperi Google, maka hanya dalam hitungan 0.16 detik saja kita sudah mendapatkan sekitar 51,2 juta halaman situs yang memuatnnya. Sementara 'God' terpapar di sekitar 354 juta hanya dalam hitungan 0.18 detik. Secara online, pengguna internet dapat mengakses informasi mengenai ritual keagamaan dan tata cara melakukannya. Sehingga pengguna internet merupakan bagian dari pemeluk agama dunia yang melakukan kredo kegamaan yang sama.

Di era cyber ini agama menjadi terlihat praktis. Hampir semua tentang spiritual mulai dari keimanan, ketauhidan sampai soal panduan seks yang syar'i pun ada. Kita bisa dengan mudah membaca atau menton melalui website, media sosial, dan YouTube berbagai konten khotbah ustad-ustad. Fenomena Cyber Religion telah menggambarkan tentang beralihnya fungsi guru spiritual yang kini tergantikan dengan sosok virtual dan lahir istilah cyber Religion sebagai pengetahuan tentang agama yang disebarluaskan melalui media online atau dunia maya.

Terlepas dari fenomena itu semua, status di media sosial bukanlah semata-mata menjadi tempat dalam berdoa bagi semua orang, hal ini berarti hanya sebagian dari penggunanya yang melakukan hal tersebut. Semuanya kembali pada diri masingmasing pengguna, bagaimana setiap individu dapat berlaku bijak dalam menilai maksud dari sebuah status yang dibuat pada media sosial. Pada masyarakat digital Internet dianggap Sebagai Guru Agama. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun