“Kita akan melakukan yang terbaik dari sini.
Dan kita akan menjelajahi Eropa sampai ke Afrika!
Kita akan sekolah ke Perancis.
Kita akan menginjakkan kaki di altar suci Sorbonne! Apa pun yang terjadi !”
(Sang Pemimpi /Andrea Hirata)
SANG Pemimpi. Buku kedua dari tetralogi Laskar Pelangi, karya Andrea Hirata, yang bersampul depan warna biru bergambar seorang anak muda duduk di jembatan kayu dengan sejumlah awan di belakangnya itu, tak pernah bosan saya baca. Meski sudah sepuluh tahun berlalu sejak diterbitkan tahun 2006, kisah mengenai keberhasilan seorang anak dari Pulau Belitong menggapai cita-citanya untuk tetap bersekolah, apa pun yang terjadi, tetap menarik dibaca.
Ya, Setiap anak selalu memiliki cita-cita untuk menjadi seseorang. Orang tua pasti pernah bertanya kepada anaknya cita-cita apa yang dimiliki. Sebaliknya, seorang anak akan menjawab cita-citanya, sesuai dengan keseharian dan pengetahuan yang dimilikinya .
Umumnya, yang disampaikan merupakan profesi yang sangat dikagumi anak-anak. Menjadi dokter, insinyur, guru, pengusaha, penulis, polisi, ataupun beragam profesi lainnya. Buat semua orang tua, alangkah bangganya jika seorang anak dapat mencapai cita-citanya. Menjadi orang yang berhasil.
Namun, untuk Mewujudkan Cita-Cita Anak tidak hanya sekedar dikatakan atau diucapkan saja. Harus ada upaya yang diperjuangkan. Harus ada yang dilakukan untuk memuluskan langkah seorang anak untuk mencapai cita-citanya. Membuat impian-impian anak tetap hidup dan kemudian berhasil untuk diwujudkan.
Di Indonesia, jenjang pendidikan wajib yang harus dilalui, umumnya dimulai dari Taman Kanak-Kanak (TK). Setelah itu, menempuh Sekolah Dasar (SD) selama tiga tahun, Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Umum (SMU). Ada 12 tahun yang ditempuh anak-anak dari jenjang SD hingga SMU. Belum ditambah lagi jika ditambah dengan jenjang pendidikan sarjana di perguruan tinggi yang biasanya memerlukan waktu selama 4 hingga 5 tahun.