Riap Windhu, No : 082
----------------------------
SETIAP senja datang, aku masih mengingat kemunculanmu yang tiba-tiba.
“Raka, lihat senja, yuk…,” ajakmu spontan.
Aku memandangmu. Aku karyawan baru kala itu. Entah mengapa, bagai terbius aku ikut menyaksikan senja luruh di langit Jakarta secara perlahan.
Aku masih ingat kehadiranmu di ruanganku. “Lebih adem. Boleh ya disini? “ Sebentar kemudian kamu terlelap di sudut ruang sehingga mengundangku untuk menjagamu.
Aku pun ingat saat kamu dengan wajah kuyu berkata,” Aku mau cerita.” Kamu tak ragu bercerita dan aku tak keberatan mendengarkan..
Aku juga ingat saat kau melihat foto-foto keluargaku. Kamu tersenyum saat mengetahui aku adalah satu-satunya anak lelaki, yang lahir sebagai si bungsu, setelah enam kakak perempuanku.
Ya, aku pastinya selalu ingat saat kamu menasihatiku untuk tidak membanding-bandingkan kado Natal yang kuterima dengan kado Natal yang kuberikan pada kakakku, yang kuanggap sama sekali tidak sepadan nilai dan harganya.