Anak dengan Cerebral Palsy. (sumber gambar : gazettetribune.com)
“IMEH, kamu sudah yakin? tanyaku sore hari itu.
Keputusan luar biasa. Aku mencoba menggoyahkan keyakinannya. “ Apa yang kamu cari?”
“Aku sayang dan dan ingin merawat kedua anak kecil tanpa ibu itu,” ucapnya.
Tak lama setelah itu, Imeh menjadi istri sekaligus menjadi seorang ibu bagi kedua anak perempuan mungil yang tidak beribu lagi.
“Kamu jadi nikah? Kamu menyusahkan orang tua?” ketus seseorang.
Hati saya nyeri mendengarnya. Imeh terdiam. “Salahkah dan sangat bodohkah aku jika ingin merawat sepasang anak kembar yang cacat?” gugatnya.
Anak kembar penderita Cerebral Palsy (CP) dalam asuhannya. Usia Sembilan tahun, belum dapat berjalan, tidak bisa berbicara lancar, dan masih mengenakan pampers
Dengan telaten, setiap hari Imeh mengurusnya dan mengikutkannya dalam terapi yang sebelumnya tidak pernah. Si kembar rutin belajar jalan menggunakan sepatu khusus selain kursi roda.
Lima tahun berlalu. Si kembar semakin sehat. Imeh mengajarkan tentang arti kemanusiaan. Sayang tanpa pamrih. Buat saya, Imehlah, pahlawan kemanusiaan itu!