Pancasila sebagai dasar negara negara Republik Indonesia lekat dan dekat dalam kehidupan sehari-hari. Pancasila lahir sejak disampaikan Soekarno (Bung Karno) pada tanggal 1 Juni 1945 meski peringatan Hari Lahir Pancasila, sekaligus hari libur nasional, baru ditetapkan pada tahun 2016 oleh Presiden Joko Widodo.Â
Katanya, Pancasila merupakan pandangan hidup bangsa (the way of life). Benarkah? Ternyata memang, jika melihat ke sekeliling Indonesia, minimal ke lingkungan tempat tinggal dan sekolah, nilai-nilai lima sila dalam Pancasila ada dalam aktivitas sehari-hari.
Sesuatu yang tak hanya untuk diucapkan, tapi juga harus dipahami, diajarkan, dan diterapkan dalam kegiatan sehari-hari dari generasi ke generasi.Â
Tentu, agar lima sila yang ada tetap lestari, yakni Ketuhanan yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan dan Perwakilan, dan Keadilan Sosial Bagi Seluruh Masyarakat Indonesia. Â
Mengenalkan dan Menerapkan Nilai Pancasila
Saya mencoba mengingat sejak kapan Pancasila diajarkan. Apakah sejak masuk sekolah TK atau sekolah dasar dengan pakaian putih merah? Saat mulai mendapatkan pelajaran Pancasila dan Kewarganegaraan atau sejak mulai mengikuti upacara bendera?
Oh, ternyata lebih dari itu dan terus berlangsung sampai kini. Sekarang, saat sudah berusia dewasa pun, ternyata nilai-nilai Pancasila terus ada dan selalu ada dalam kehidupan sehari-hari.
Bedanya, sebagai orang dewasa, juga harus mengajarkan, mencontohkan, dan menerapkannya pada yang lebih muda, yang masih berusia anak-anak. Bukan sekedar bicara atau meminta anak-anak usia sekolah untuk menghapalkan butir-butir Pancasila atau contoh pengamalannya tanpa pemahaman.
Kebebasan dalam Beragama/BeribadahÂ
Hal yang paling nyata dalam kehidupan sehari-hari di Indonesia adalah mengenai kehidupan beragama. Negara kepulauan ini memiliki penduduk dengan agama yang beragam. Mulai dari Islam sebagai agama mayoritas, ada Kristen, Katolik, Budha, Hindu, Konghucu, hingga para penganut kepercayaan.
Mengajarkan dan mengamalkan nilai sila Ketuhanan yang Maha Esa itu sudah bisa dimulai, terutama sejak seorang anak mulai bertanya-tanya mengenai agama yang dianutnya dan mengapa ada teman yang melakukan ibadah berbeda dengan yang dilakukannya.