Kulihat prajurit TNI sedang bersusah hati
Air matanya berlinang karena tak ada nasi
Seorang prajurit TNI Divisi Siliwangi menyanyikan lagu bernada Ibu Pertiwi dengan lirik untuk menggoda teman-temannya. Salah seorang yang lainnya memukul-mukul wadah sambil berkata, ”Nasi… Nasi…”
Segera temannya yang lain menyergah,” Mengganggu orang yang sedang lapar,” katanya.
Kelaparan, kehabisan persediaan makanan, menipisnya obat, dan berkurangnya peluru dialami oleh para prajurit Divisi Siliwangi saat melakukan long march alias perjalanan panjang dari Yogyakarta menuju Jawa Barat.
Banyak hal yang dihadapi. Lapar membuat rebutan makan singkong hingga bercandaan keinginan menyantap sate kambing di Tanah Abang. Selain itu, ada prajurit yang terluka, menjalani amputasi, dan terpaksa gugur. Sebagian prajurit juga harus menanggung anak dan istri yang tidak rela ditinggalkan tapi menjadi beban karena mudah panik.
Dalam perjalanan itu, ada saja perempuan yang melahirkan ataupun jatuh dari bukit kemudian meninggal dunia. Semua itu terekam dalam film "Darah dan Doa" karya Usmar Ismail, yang dibuat pada tahun 1950 .Film yang memang khusus mengisahkan long march divisi Siliwangi, Jawa Barat.
"Darah dan Doa" merupakan sebuah film istimewa karena dibuat saat negara Indonesia masih bergejolak. Hari pertama pengambilan gambar film Darah dan Doa, yakni setiap tanggal 30 Maret lalu diperingati sebagai hari film nasional yang diperingati di seluruh negeri. Divisi Siliwangi mendukung penuh pembuatan film hitam putih tersebut.
Tak Hanya Penjajah, Berhadapan dengan Saudara Sebangsa
Perjalanan para prajurit Divisi Siliwangi dari Yogyakarta dan Jawa Tengah menuju Jawa Barat dalam Darah dan Doa digambarkan tidaklah mulus, seperti keadaan sebenarnya negara Indonesia yang masih mengalami revolusi 5 tahun setelah memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945.