Sejak wabah virus corona hadir, lokasi wisata di seluruh negeri ditutup. Upaya memutus mata rantai virus yang bisa menimbulkan kematian itu, juga menimbulkan matinya pendapatan Sardi.
Tidak ada wisatawan yang datang ke tempat wisata. Hal itu juga berarti tidak akan ada wisatawan yang bisa diantarnya dari satu tempat wisata ke satu tempat wisata lain.
Tidak ada armada bus yang jalan karena memang tidak ada penumpang. Sardi sopir tidak ada kerja dan harus dirumahkan. "Sardi, kita berdoa saja wabah ini cepat berlalu. Kalau nanti situasi sudah membaik, nanti kamu bisa kembali kerja disini kalau masih memungkinkan." Janji si bos terdengar saat Sardi beranjak dari kursi tempatnya duduk.
***
 Sardi menghitung-hitung uang yang masih dimilikinya. Hatinya terasa ciut. Dengan jumlah uang yang dimilikinya sekarang, mana mungkin Sardi sanggup untuk bertahan hidup di kota besar.
Sudah cukup banyak uang yang dihabiskannya untuk biaya makan selama dirumahkan tanpa digaji. Padahal, Sardi sudah berusaha seirit mungkin untuk makan dengan lauk sangat sederhana. Biaya kontrakan tinggal beberapa hari lagi akan habis. Pemilik kontrakan akan menagihnya.
Setelah semalaman tidak bisa tidur, Sardi akhirnya mengemas baju yang dimilikinya. Hanya beberapa pasang saja plus dalaman terbaik yang dimiliki. Sepasang sepatu dan sendal jepit yang akan digunakannya selama perjalanan.
Sardi merasa tidak sanggup lagi bertahan di kota besar. Hatinya luar biasa resah karena persediaan uangnya hanya tinggal sedikit. Mumpung masih ada yang tersisa, Sardi memutuskan harus pulang kampung sekarang.
Sardi harus mengambil risiko itu. Di desa, setidaknya nanti dia bisa mencoba kembali jadi buruh tani. Setidaknya tak akan mungkin kelaparan dan bisa dekat keluarganya. Kalau tetap bertahan di kota besar sekarang, Sardi tidak tahu harus bekerja apa lagi.
Memantapkan hati, di bawah terik sinar matahari meski sedang berpuasa, Sardi pun melangkahkan kaki. Perlahan tapi pasti, Sardi yakin bisa sampai kampung halamannya meski hampir seribu kilometer harus ditempuhnya.
Sardi  tak berharap segala bantuan sosial yang biasanya disalurkan melalui pemimpin warga setempat. Kartu identitas yang dimilikinya berasal dari daerah. Jadi, Sardi pasrah pada kenyataan bukan sebagai warga ibu kota besar yang akan menerima bantuan selama wabah melanda negeri.