Hilal telah tampak. Besok Idul Fitri. Teduh terdengar suara tabuhan bedug dan takbir menyambut hari kemenangan yang  mulai terdengar  dimana-mana. "Allaahu akbar Allaahu akbar Allaahu akbar, laa illaa haillallahuwaallaahuakbar Allaahu akbar walillaahil hamd"
Lirih, Sardi mengikuti takbir itu. "Allah maha besar Allah maha besar Allah maha besar. Tiada Tuhan selain Allah, Allah maha besar Allah maha besar dan segala puji bagi Allah." Â Gumamnya dalam hati.
Malam ini Sardi memilih untuk merenung sendiri. Usai berbuka puasa dan menunaikan salat, Sardi hanya ingin berdialog dengan Allah saja. Betapa roda hidup memang harus berputar. Kadang di atas, kadang di bawah, walaupun Sardi merasa posisinya lebih banyak di bawah. Â
Sardi memandangi selembar foto yang dipegangnya sejak tadi. Air matanya tiba-tiba mengembang. Ah, Sardi seketika merasa malu. Laki-laki itu tidak boleh menangis, teringat kata orang tuanya dulu. Buru-buru, Sardi menyusut air mata yang tiba-tiba saja meluncur beberapa tetes tanpa kendali.
Malam ini, di kala bunyi takbir menggema, hati Sardi merasa gembira sekaligus pilu. Di pelupuk matanya, terbayang bocah laki-laki menggemaskan yang sudah menantinya. Berharap oleh-oleh yang dibawa Sardi dari kota.
Berharap mendapatkan hadiah yang sangat  ditunggunya karena berhasil puasa penuh. Bocah itu akan memeluk hadiah itu hingga pagi hari, sejak akan tidur malam. Mengingatnya, Sardi menghela napas.
***
"Maaf Sardi. Saya benar-benar nggak bisa memberikanmu uang THR. Jangankan THR, perusahaan ini juga tidak sanggup untuk memberikan pesangon dan gaji terakhirmu." Cukup tenang laki-laki yang dianggapnya bos, berbicara.
Namun bagi Sardi, semua itu terasa bagi sebuah hantaman di kepalanya. Selama nyaris tiga bulan dirumahkan oleh perusahaannya, Sardi masih berharap gaji terakhirnya bisa diterima.
Hatinya langsung merasa kacau. Sardi hanya memiliki uang tabungan sedikit. Penghasilannya setiap bulan biasanya tak banyak bersisa. Sebagian besar dikirimkannya ke kampung untuk istri dan anaknya. Sebagian lagi untuk menyewa kamar kontrakan seadanya dan biaya hidup sehari-hari. Â Â
"Kamu tahu kan Sardi, kondisi pariwisata kita saat  ini sedang terjun bebas. Kita sama-sama dalam posisi sulit sekarang, Nggak ada yang bisa dikerjakan buat usaha kecil seperti ini. Saya pun bangkrut," ucap si bos mencoba memberi pengertian.