Mohon tunggu...
riap windhu
riap windhu Mohon Tunggu... Sales - Perempuan yang suka membaca dan menulis

Menulis untuk kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

Menangkap Geliat (Kembalinya) Komik Lokal Indonesia ke Layar Lebar

13 Agustus 2019   00:01 Diperbarui: 13 Agustus 2019   18:33 744
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak sedikit masa kecil seseorang yang diisi dengan membaca komik. Begitu pun dengan saya. Lembar demi lembar cerita bergambar tidak akan disudahi, jika belum mencapai kata tamat. Komik dengan karakter yang dihadirkan, tak hanya sebagai penyampai pesan, melainkan juga bacaan yang menghibur dan menyenangkan. 

Bicara mengenai komik, perjalanan komik Indonesia sendiri cukup panjang lantaran sudah ada sejak puluhan tahun yang lalu. Tahun 1930-an, komik strip perdana Indonesia karya komikus Kho Wan Gie dengan judul Si Put O yang terbit di harian Sin Po, sebuah surat kabar Tionghoa berbahasa Melayu.

Menariknya kisah komik Si Buta Dari Gua Hantu karya Ganes Th, yang mengangkat cerita silat khas nusantara menjadi buah bibir dan meledak di pasaran pada era 1960-an. Mampu menjadi daya pikat penonton saat diangkat ke layar lebar dengan bintang film Ratno Timoer. Film Si Buta Dari Gua Hantu mendulang sukses.

Setelah era cerita silat, hadir Gundala karya komikus Hasmi dalam bentuk layar lebar pada tahun 1981. Cerita superhero yang sangat disukai ini memiliki banyak penggemar setia. Karakternya begitu digandrungi.

Sosok superhero tampil dengan daya tarik memiliki kekuatan luar biasa dan kemampuan yang berbeda dengan orang lain di sekelilingnya. Sosok pembela kebenaran. Sosok yang menimbulkan kekaguman. Sehingga, banyak yang jatuh hati dan menyukai cerita yang disampaikan.

Lesunya Komik Lokal, Adaptasi Layar Lebar Pun Tak Ada

Munculnya komik-komik Jepang yang muncul dengan variasi cerita yang menarik mulai tahun 1990-an membuat dunia komik Indonesia perlahan tersingkir. Belum lagi masih adanya sejumlah komik eropa

Rak-rak buku di toko buku lebih banyak memajang komik-komik Jepang ketimbang komik lokal. Manga Jepang sangat membius. Anak-anak muda banyak belajar menggambar manga.

Salah? Tidak juga. Namun, serbuan komik Jepang membuat komik lokal Indonesia tersisih. Dalam kurun waktu yang panjang, tidak ada karakter komik lokal yang kemudian diadaptasi ke layar lebar.

Jangankan untuk dibuat film, untuk memasuki dan berkarir di dunia komik saja, seseorang perlu mikir-mikir dulu. Muhammad Misrad, komikus yang dikenal dengan Mice Cartoon, dalam diskusi Kembalinya Komik Lokal Indonesia di Gramedia Writer and Reader Festival (GWRF) awal Agustus 2019, mengaku sempat ragu saat masuk ke dunia komik.

Kala itu, lelaki yang berprofesi sebagai desain grafis ini melihat komik Indonesia sedang lesu-lesunya. Meski demikian, komik strip Beni dan Mice yang dibuatnya di Harian Kompas,  karya Misrad pun disuka publik. Begitupun halnya dengan buku Lenggang Jakarta pada tahun 1996.

Angin Segar Komik Digital

Era digital yang ditandai dengan kemudahan mengunggah suatu karya melalui media sosial memberi angin segar pada dunia komik Indonesia. Komikus-komikus muda banyak yang memanfaatkannya untuk memperkenalkan karya-karya yang telah dibuatnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun