Selamat hari raya Idul Fitri. Selamat lebaran. Mohon maaf lahir batin. Begitu ucapan itu terlontar, yang menerima pun langsung tersenyum dan mengucapkan hal yang sama. Tangan-tangan saling berjabat erat. Sejumlah perempuan di antaranya menambahkan dengan cium pipi kanan dan kiri dengan perempuan lainnya.Â
Usai melaksanakan salat Idul Fitri di masjid perumahan, semua warga akan berkumpul di taman. Diiringi dengan sura takbir yang dikumandang, satu per satu keluarga akan datang. Semakin belakangan datang, dialah yang harus berkeliling paling panjang untuk menyalami warga yang lainnya.Â
Semua lebur, tidak ada sekat. Tua dan muda. Beda agama dan suku. Beda latar belakang pendidikan dan pekerjaan. Semua hadir untuk saling mengucapkan selamat hari raya Idul Fitri.
Kegiatan halal bihalal warga perumahan ini, selain silahturahmi dengan saling bersalaman memaafkan, seperti biasa diisi dengan sambutan dari sesepuh dan pemuka warga setempat. Rasa kebersamaan membuat kegiatan yang hanya terjadi satu tahun sekali berlangsung selama puluhan tahun. Idul Fitri yang menyatukan.
 Idul Fitri, Momen Leburnya Kesalahan
Hanya saat Idul Fitri, suasana silahturahmi dalam bentuk halal bihalal bisa tercipta. Menyempatkan diri untuk berkunjung untuk mengucap maaf antar para tetangga. Â Bunyi kumandang takbir dalam lantunan musik membuat suasana yang selalu dirindukan.
Allahu Akbar, Allahu Akbar
Allahu Akbar,
Laa-illaha illalahu wa allahu Akbar
Allahu Akbar wa lillahil khamd
Idul Fitri memang khas. Tak hanya di sebuah perumahan, sebuah wilayah, ataupun di tingkatan nasional Indonesia sekalipun. Idul Fitri memberikan nuansa yang berbeda bila dibandingkan dengan hari-hari lain dalam satu tahun. Begitupun halnya buat saya.