"Ayo, jangan terlalu siang. Nanti terlalu ramai di makam," ujar kakak sebelum berangkat ke TPU untuk 'menjenguk' bapak, berdoa, sekaligus bersih-bersih makam dari kemungkinan adanya rumpur liar.
DKI Jakarta, sebagai ibukota negara hingga kini bisa dikatakan sebagai wilayah yang memiliki penduduk  dari berbagai kalangan suku budaya.  Berasal dari Aceh, Jawa, Sulawesi, Kalimantan, hingga ke wilayah timur, sampai Irian Jaya, nyaris semua suku bisa ditemukan.  Selain tentunya, ada suku Betawi, sebagai penduduk asli di Jakarta.
Selain beragam suku, penduduk Jakarta juga penganut dari berbagai ajaran agama. Namun, penganut agama Islam berjumlah mayoritas. Mencapai 83 % pada tahun 2014 atau mencapai sekiitar 10 juta penduduk, sesuai data Jakarta.go.Id, Â yang dikutip oleh katadata. Jumlah ini bisa saja berubah, tapi mayoritas muslim tetap terlihat dari banyaknya jumlah masjid yang ada di Jakarta.
Menyambut datangnya Ramadan, yang merupakan bulan berkah, bulan ampunan, dan bulan suci yang memang dinanti-nantikan satu bulan dalam satu tahun, suka cita itu terasa. Penduduk asli Jakarta memiliki tradisi yang dinamakan Nyorog. Silahturahmi antara sanak keluarga, orang yang dihormati, dan dituakan diadakan sebelum datangnya bulan puasa.Â
Namun, Nyorog yang biasanya berupa membawakan bahan makanan atau bahan makanan yang sudah matang dari orang Betawi yang lebih muda kepada yang tua dan dihormati ini, tidak bisa ditemukan di seluruh Jakarta. Â
"Sudah nggak pernah ada tradisi sambut ramadan disini," kata Nur, salah seorang teman yang asli Betawi dan tinggal di wilayah Jakarta Utara. Jika ingin tahu Nyorog, setidaknya dapat ke Kampung Betawi di Setu Babakan.
Lalu, tradisi menyambut ramadan seperti apa, yang bisa ditemukan di Jakarta?
1. Nyekar
Ziarah ke makam orang tua dan leluhur merupakan  kegiatan wajib yang dilakukan oleh masyarakat Jakarta. Nggak jauh berbeda dengan masyarakat muslim lainnya di berbagai daerah.
Sepekan menjelang datangnya Ramadan, tempat pemakaman umum (TPU) yang ada di Jakarta, ramai dikunjungi oleh mereka yang memiliki keluarga dimakamkan di tempat itu. Ibu bahkan menyebut ramainya nggak kalah dengan pasar kalau pagi hari . Tukang parkir begitu sibuk bekerja dan penjual makanan semakin banyak.
Saya, bersama ibu, kakak, ipar, adik dan para keponakan sudah menjadwalkan untuk mengunjungi makam bapak sebelum jatuhnya bulan puasa. Selain berdoa, Â juga membersihkan makam. Semakin siang dan jelang sore, jumlah pengunjung TPU semakin banyak.