Mohon tunggu...
riap windhu
riap windhu Mohon Tunggu... Sales - Perempuan yang suka membaca dan menulis

Menulis untuk kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

#Art4All, Senyum dan Ketenangan dari Seni Gambar Tak Berbatas Usia

23 Agustus 2017   23:57 Diperbarui: 29 Agustus 2017   10:18 1202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menggambar dapat dilakukan di media mana saja, termasuk payung (dokpri)

Saya tak akan pernah lupa binar mata Evrani beberapa tahun lalu. Gadis kecil 5 tahun yang masih duduk di taman kanak-kanak itu senyumnya melebar. Kemudian dia bertepuk tangan bahagia. Tawanya pun lepas.

Dari sebuah angka, sebuah gambar tercipta. Siang itu, sambil menunggu teman-teman satu tempat kerja yang belum datang, saya mengajak Evrani membuat gambar dari sebuah angka.

Tak disangka bocah kecil itu menyukainya. Tati, Ibunya yang merupakan teman kerja saya, mengamati kami dengan ikut tersenyum. Dia sibuk menyiapkan hidangan untuk sebuah pertemuan kelompok sederhana yang diadakan di rumahnya, bersama saya dan teman-temannya. Dia meminta saya menemani Evrani saja supaya bocah itu anteng.

Satu persatu gambar sederhana pun selesai. Tak hanya Evrani saja yang senang, Saya pun juga timbul bahagia di hati. Sejak kecil, saya memang sangat suka menggambar. Bereksperimen membuat sebuah angka atau huruf, yang kemudian menjadi sebuah gambar.

Secara tak sengaja, dulu saya menemukan buku panduan menggambar karya pak Tino Sidin di rak buku rumah. Entah milik siapa. Dalam buku itu, diajarkan cara menggambar dari angka dan huruf. Perlahan, saya ikuti petunjuknya dengan menggoreskan pensil. Selain melalui buku itu, saya sering duduk manis untuk menyimak di depan televisi saat ada acara menggambar saat masih sekolah dasar.

Lama-lama satu pensil pun tak cukup. Saya mulai berkenalan dengan pensil H untuk goresan tipis dan keras.  Pensil B untuk goresan lebih tebal dan semakin lembut.

Kata ibu, saya termasuk boros di pensil saat kecil. Termasuk cara meraut pensil yang tidak tepat sehingga seringkali malah patah.

Namun, saya juga selalu ingat dari angka 1, saya bisa membuat gambar bendera merah  putih sedang berkibar di tiang.

Dari angka 2, saya bisa menggambar bentuk angsa. Begitu juga dari angka 6, saya bisa menjadikannya gambar ayam yang sedang merapikan bulunya.

Saya tak menyangka jika kemudian kegiatan menggambar yang dimulai dari angka itu kemudian teringat terus hingga dewasa.

Meski, tak semua angka dan huruf lagi saya coba untuk digambar saat ini. Namun, beberapa angka masih teringat. Berkat kemampuan gambar sederhana itu juga, saya mampu memikat anak-anak untuk ikut mencoba menggambar apa adanya. Membuat mereka tertawa ketika akhirnya mereka tak sadar mampu mengeksplorasi dan membuat gambar dari apa yang biasa mereka lihat sehari-hari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun