Mohon tunggu...
riap windhu
riap windhu Mohon Tunggu... Sales - Perempuan yang suka membaca dan menulis

Menulis untuk kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Mengenal Lebih Dekat Sineas Perempuan Pegang Kendali di Film Nasional

23 Mei 2017   23:59 Diperbarui: 15 Juni 2017   10:17 462
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Film Indonesia saat ini bisa dikatakan kaya. Perkembangannya sangat bagus. Tak hanya memiliki berbagai tema, secara kualitas dan kuantitas pun meningkat. Sineas perempuan semakin banyak berperan dalam pembuatan film yang layak tonton dan digemari oleh masyakat Indonesia.

Sabtu 6 Mei 2017,  langkah kaki terayun ke Lau’s Kopitiam Setiabudi One, Kuningan, Jakarta. Pagi itu, Kompasianers Only Movie Antusiast Klub (KOMiK) menggelar sebuah event bertajuk ‘Saatnya Sinas Perempuan Pegang Kendali di Kancah Film Nasional’.

Bila biasanya event lebih banyak langsung menonton film yang ditayangkan, termasuk berjumpa sejumlah artis pada gala premier, kali ini berbeda. Bukan hanya sekedar tempatnya. Dua perempuan dihadirkan sebagai pembicara, yakni penulis skenario Swastika Nohara dan blogger film Balda Zain Fauziyah. Sebagai moderator tampil admin KOMik Dewi Puspasari.

Saya menyukai sejumlah film yang naskahnya ditulis oleh Swastika Nohara, antara lain Tiga Srikandi dan Cahaya Beta Dari Timur. Film yang melibatkan perempuan lulusan sarjana Psikologi ini begitu mengena buat saya karena ditampilkan sesuai dengan realitas dan begitu menginspirasi.

Melalui event Danamon Menginspirasi ini, saya dapat bertemu dan memperoleh ilmu secara langsung dengan Swastika. Sebelumnya, saya hanya mengenalnya melalui tulisan-tulisan di media catak ataupun media online.

Suana yang dihadirkan penuh keakraban dan berlangsung seru. Maklum, seluruh anggota KOMiK memang suka menonton film. Jadi, sangat nyambung. Di tempat itu,  Swastika mencerbagaimana perempuan Indonesia ditampilkan dalam film.

Perempuan Indonesia sudah lama terlibat dalam film Indonesia.

Setidaknya bisa dibagi dari  era masa lalu, yang menghadirkan Roekiah pada  tahun  1937, Terang Boelan (Het Eilan der Droomen) ANIF (Algeemene Indie Film Syndicaat). Selain itu ada Titien Sumarni (Seruni Salju, 1951) yang dikenal sebagai Marilin Monroenya Indonesia.

Masih pada era tahun50-an, tepatnya 1956, muncul Tiga Dara (Chitra Dewi, Mieke Wijaya, Indriati Iskak) dengan garapan sutradara  Usmar Ismail. Ratna Asmara hadir sebagai  sutradara perempuan di Film Sedap Malam (1950). Belum lagi akting memukau Christine Hakim pada (Cinta Pertama, 1973), Tjoet Nja’Dhien (1988) karya Teguh Karya.

Film Indonesia, menurut Swastika, berkembang pesat selama sepuluh tahun terakhir. Berbeda pada era jelang dan tahun 80-an, yang menghadirkan  film Inem Pelayan Seksi (1976) dan Lima Cewek Jagoan (1980).

Tahun 1990-an, bisa dibilang sebagai tahun suramnya perfilman Indonesia

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun