NAIK kereta api, tut...tut...tut... Berada dalam rangkaian kereta penumpang, selalu memiliki kenangan yang dapat menjadi cerita tersendiri. Tidak hanya sekedar merasakan guncangan halus saat kereta api melaju di atas rel besi, suguhan pemandangan dari sisi kanan dan sisi kiri yang tampak di luar jendela kereta, seakan melengkapi kisah yang dapat tercipta saat duduk manis ataupun bercanda ria dalam perjalanan.
Maka, seperti halnya penggalan lagu anak-anak ciptaan Ibu Soed, berjudul Naik Kereta Api, yang sampai pada kalimat Siapa hendak turut? Tanpa ragu, saya pun segera menyatakan ikut serta dalam Jelajah ClickKompasiana (Commuterline Community of Kompasiana) Â pada 28 Juni 2016 lalu.
Tujuan utama jelajah Click yang diadakan pada pekan terakhir menjelang lebaran tahun 2016 Â itu menuju Pelabuhan Tanjung Priuk, Jakarta Utara, yang letaknya berseberangan dengan stasiun Tanjung Priuk. Selain berbuka puasa bersama dengan sensasi berbeda, agendanya adalah menjelajah isi kapal yang tengah bersandar di pelabuhan.
Namanya juga komunitas kereta api commuterline, sudah pasti untuk mencapai lokasi, Â menggunakan transportasi kereta commuterline (kereta rel listrik). Dua stasiun megah yang memiliki kisah sejarah dan menjadi cagar budaya, disinggahi sekaligus, yakni Stasiun Jakarta Kota dan Stasiun Tanjung Priuk.
Kapan lagi melihat stasiun-stasiun  yang mengawali adanya kereta rel listrik (KRL) di Jakarta, secara bersama-sama teman komunitas di bulan puasa?
Stasiun Jakarta Kota yang selalu memikat
Tidak ingin ketinggalan kereta, saya tiba lebih awal, setengah jam sebelum pukul 14.00 di stasiun Jakarta Kota, yang dijadikan lokasi bertemu rombongan. Cuaca sangat cerah. Sinar matahari bahkan cenderung panas terik. Namun, selalu ada semangat  jika berada di dalam gedung stasiun tua Jakarta Kota ini. Betapa beberapa tahun lalu saya melintasinya, nyaris hampir setiap hari.
Dibandingkan beberapa tahun lalu, kondisi stasiun kereta api Jakarta Kota kini lebih tertata. Lebih rapi. Lebih bersih. Pintu masuk stasiun hanya dibuka pintu samping  menghadap Pinangsia, sehingga lebih terkontrol.
Dulu, saat pintu utama juga dibuka, hiruk pikuk, suasana padat dan ramai lebih terasa karena dekat dengan pintu masuk banyak terdapat pedagang. Selain juga macet oleh kendaraan angkutan kota yang kerap melambatkan lajunya untuk mencari penumpang yang keluar dari stasiun.