Emmeilia Tobing, Spv Humas dan PKBL PLN Sumbar sedang presentasi (foto:riapwindhu)
SAAT terjadi pemadaman listrik atau mati lampu, respon negatif masyarakat umumnya langsung bermunculan. Â Mulai dari menyalahkan, marah-marah, hingga melakukan aksi demonstrasi atas peristiwa yang terjadi, kepada kantor Perusahaan Listrik Negara (PLN).
Sebaliknya saat lampu terang benderang, aktivitas yang dapat berjalan dengan lancar karena adanya penerangan listrik, dianggap sebagai hal yang sudah sepantasnya menjadi tugas dan kewajiban  PLN.  Hal ini seakan ironi yang sudah biasa bagi para petugas PLN.
Semua itu terlontar di saat-saat coverage Kompasiana Akademi Menulis PLN, dengan nada getir walaupun sesekali dibarengi tawa para peserta akademi. Memang, saat ini selain adanya hubungan masyarakat (humas) Â sudah ada pula jembatan antara PLN dengan pelanggan listrik,seperti facebook ataupun @pln_123 tetapi belum mampu mengatasi keluhan pelanggan secara tepat.
Saya yang mendengarnya mau tak mau ikut trenyuh sekaligus tersenyum. Kebetulan, Senin (25/4), saya berkesempatan hadir sebagai salah satu dari 30 kompasianer yang diundang untuk mengikuti rangkaian kegiatan penjurian Akademi Menulis PLN,  dalam bentuk Kompasiana Coverage. Kegiatan yang dilakukan di  gedung Usdiklat PLN yang berada di Jalan S. Parman, Slipi Jakarta Barat, dilakukan seharian mulai pukul 9.00 hingga pukul 16.00.
Kegiatan Akademi Menulis PLN ini melahirkan kompasianer-kompasianer baru dari PLN. Sebagai kompasianer undangan, saya dan rekan kompasianer lainnya dapat menyimak  diskusi panel mengenai energi  listrik, antara akademisi PLN ini dengan para juri, yang  sebelumnya memberikan materi selama 4 hari.  Selain tentunya juga diizinkan untuk mengajukan pertanyaan setelah akademisi PLN mempresentasikan karya-karya tulisannya.
Pagi itu, seluruh akademisi PLN mengenakan kemeja putih. Dari pihak kompasiana hadir  antara lain COO Kompasiana Pepih Nugraha, Iskandar Zulkarnaen, dan Nurulloh.  Para kompasianer undangan, duduk di sejumlah kursi yang mengelilingi meja yang sudah diletakkan tulisan Kompasianer.
Kami semua berada di ruang Dewi Sartika, lantai 1 mendengarkan sejumlah sambutan, baik dari pihak PLN mengenai teknis pelaksanaan maupun dari Kompasiana mengenai materi ajar Akademi Menulis PLN Kompasiana, sebelum dibagi ke dalam tiga kelas ruang penjurian, yakni ruangan  Diponegoro dan Teuku Umar di lantai dua, serta ruangan Imam Bonjol di lantai 3.