[caption caption="banner my diary fiksiana community"]
[/caption]
Dear Diary,
MELIHAT bocah kecil itu berlari dan tertawa menghampiri, ada bahagia yang seakan mengalir di hati. Raka sudah besar sekarang. Sehat dan gesit. Keceriaan yang selalu tergambar di wajahnya, membuat siapa pun yang memandangnya ikut senang.
“Tante, aku mau cari keong dulu di sebelah sana,ya,” ujarnya sambil memperlihatkan sebuah keong kecil di tangannya.
Pagi itu, aku, Raka, dan ibunya Rien menyempatkan diri untuk berolahraga sekaligus refreshing ke Taman Cattleya, yang terletak di Kemanggisan, Slipi. Taman yang ditata apik ini, dapat terlihat jelas sebelum perempatan Tomang, tepatnya pada lajur sebelah kiri kendaraan yang hendak ke arah Tangerang.
Ah, senangnya melihat Raka sekarang. Sebelas Maret lalu, Raka berusia lima tahun. Sudah lebih cerdas dan lebih mampu bersosialisasi dengan baik. Tidak terasa, beberapa bulan lagi Raka menamatkan TK kecilnya. Lalu memasuki TK Besar. Semua cepat berlalu.
Diary, saat melihat Raka, ingatanku pun terbawa pada lima tahun yang lalu, ketika bocah kecil itu lahir dalam keadaan serba pilu. Radit, ayahnya diketahui mengidap kanker paru-paru tepat menjelang kelahirannya.
Penyakit ayahnya itu tidak kunjung membaik hingga bocah itu menyapa dunia. Rien dan Radit, keduanya adalah kawanku yang akhirnya memutuskan menikah.
Aku masih sempat bertemu dengan Radit, saat Raka lahir di RSIA Harapan Kita. Hanya saja, saat itu Radit sudah tidak berani menggendong Raka, anak lelaki pertamanya. Radit hanya tersenyum dan mengucapkan terima kasih, ketika aku memberikan ucapan selamat atas kelahiran anak yang selalu ditunggu-tunggunya. Radit nyaris selalu menggunakan masker untuk menutupi hidung dan wajahnya.
Diary, melihat Rien, kawanku itu tidak menutupi merasa bahagia atas kelahiran Raka. Sempurnalah dia menjadi seorang perempuan karena berhasil melahirkan seorang anak, meski dengan operasi caesar. Aku menjenguk ibu dan anak ini tak lama setelah Raka lahir. Aku sempat menggendong bayi itu sejenak.